Minggu, 27 November 2011

PERJANJIAN: KOMITMEN & PRINSIP

1st Anniversary
28 nov 2010-28 nov 2011
For my beloved
 SHINTA ALVIONITA AS

Sungguh hari ini aku sangat merindukanmu. Aku sadar kata merindu sudah sangat terbiasa kamu baca lewat berbagai pesan yang kukirimkan atau kamu dengar langsung melalui handphone. Kata sakral yang sering kuucapkan tersebut, aku yakini pasti juga diucapkan oleh ribuan pasang kekasih yang sedang dipisahkan oleh jarak dan waktu. Memang hanya kata ini yang dapat mewakili kegundahan hatiku atas dirimu, karena ragamu tidak sedang berada dekat denganku. Dua bulan telah berlalu tanpa ada satu moment yang tepat untuk pertemuan kita, mungkin sang waktu dengan sengaja tidak memberikan sedikit detik yang dimilikinya untuk melepas kerinduan kita dan sang jarakpun turut membantunya dengan suka cita untuk memisahkan keberadaan kita, aku tau sejak dahulu mereka telah bersekutu untuk ambil andil dalam merangkai alur kisah cinta kita. 


 http://www.bisnis-kti.com/index.php/2011/09/garuda-makassar-singapura-normal-setiap-hari/


28 November 2010
Aku menengadah ke atas menyaksikan matahari ditaklukan awan tipis, sinarnya tak lagi dapat menggapai bumi, tinggallah lingkarnya yang tampak masih memberikan perlawanan atas penjajahan yang dilakukan sang awan. Angin mendorong ombak menghasilkan gulungan yang berkejaran dan berlomba saling mendahului untuk mengggapai garis pantai yang berselimut pasir putih, inilah alasan para gulungan ombak bersaing mendapatkan garis terdepan hanya untuk menjilati pasir putih nan indah dan mempesona.

Tahun lalu, 28 November bertepatan dengan hari Minggu. Hari yang direncanakan untuk merayakan pembubaran panitia atas suksesnya acara Accounting Study Club (ASC) yang telah diselenggarakan satu pekan lamanya. Lampu’uk keluar sebagai pemenang atas perdebatan alot panitia dalam menentukan tempat yang akan dijadikan lokasi untuk menikmati perayaan ini. Semua hal dipersiapkan dengan rapi, perjalanan Banda Aceh menuju pantai Lampu’uk yang berada di Aceh Besar memakan waktu 45 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor. Berkonvoi dengan mengendarai sepeda bermotor menjadi pilihan kami untuk mencapai Lampu’uk pantai dengan pasir putih terindah.

Perjalanan seharusnya menjadi hal yang sangat menghibur ketika kamu duduk satu motor bersamaku, namun yang terjadi adalah aku terdiam tanpa kata, membisu seribu bahasa, bagai robot mekanik yang diprogram hanya untuk menjalankan kendaraan dan menjawab pertanyaan penumpang dengan jawaban seadanya, sebatas kosa kata yang dimilikinya. What’s the hell with me?

Di atas motor, di sepanjang perjalanan, pikiranku melayang, kembali mengingat, mencoba memahami dan mengerti satu kata dari sebuah pertanyaan yang dilontarkan tiba-tiba dari sebuah diskusi panjang yang dilakukan melalui perantara SMS. Satu kata yang membuat logika dan perasaan harus saling membunuh untuk mendapatkan pembenaran dan kemenangan. Sudah semalaman aku memikirkannya, sulit untuk memejamkan mata karena aku belum berhasil memecahkan maknanya, dan ketika tertidur pun aku sering terjaga dihantui kata tersebut. Perseteruan antara logika dan perasaan yang belum juga mendapatkan sang pemenang, membuat tubuhku ikut menderita untuk menemukan makna kata tersebut. Tepat jam dua malam tubuhku menghangat diatas suhu normal tubuh biasanya, jelas mereka sekarang telah sampai batas dan dampaknya aku terserang demam. Dua jam baru berlalu pada 28 November malam itu, namun aku telah menikmati sebagian penderitaan dari cinta. Kupaksakan logika dan perasaan untuk beristirahat membawa tenggelam kata yang membuat mereka berseteru dan rela saling membunuh. Diiringi ingatan tentang sebuah pertanyaan, aku mencoba memejamkan kedua mataku secara perlahan.

     “Bagaimana bisa menjaga cinta tanpa adanya sebuah KOMITMEN?” 

Kamu tancapakan kata komitmen tepat dihulu hatiku, bagai racun ia menyebar cepat melumpuhkan sel, saraf, dan sistem organ ku. Imunitas tubuhku pun tidak sanggup melakukan perlawanan dan juga tidak berdaya mendeteksi penyakit yang tidak terdaftar dalam datanya. Dalam demam kurelakan tubuhku memaknai arti dari komitmen.

Aroma laut paling aku suka selain aroma hujan. Kalau aroma hujan bersumber dari harumnya minyak atsiri yang diproduksi tumbuhan, kemudian diserap oleh bebatuan dan tanah, lalu dilepas ke udara pada saat hujan turun, maka lain halnya dengan aroma laut yang terjadi akibat partikel air garam menguap kemudian dibawa bergerak oleh angin kedaratan. Kesukaanku pada aroma laut ini tanpa sadar membentuk suatu kebiasaan bagiku. Setiap kali menginjakan kaki ke pantai, aku selalu mengawalinya dengan menarik napas dalam, meresapi dan mencoba menikmati aroma laut. 




Keriuhan menghiasi suasana sebuah pondok dipinggir pantai lampu’uk, para panitia ASC sangat bergembira menikmati perayaan tersebut. Sedangkan aku hanya bisa mengikuti arus kesenangan mereka, ketika mereka membuat berbagai lelucon dan tawaan, aku pun ikut tertawa tanpa tau apa yang sedang aku tertawakan, ketika mereka berlarian menikmati pinggiran pantai, akupun ikut berjalan dibelakang mereka, dan mencoba memberikan senyuman terbaik ketika diminta berpoto bersama. Aku terbelenggu dalam kepura-puraan. Saat itu sebenarnya hatiku sedang berada pada puncak kegelisahan, namun tak pernah kutampakan kepada mereka, aku tidak mau kekhawatiran mereka kepadaku merusak suasana gembira di perayaan tersebut. 




28 november 2010, 13:30
Kegelisahan masih bersemayam bersamaku, memahami makna komitmen dari sebuah pertanyaan yang dilontarkan di malam hari, dan memikirkan prinsip yang selama ini aku pegang.

    “Aku tidak akan berpacaran sebelum bekerja, nanti aja kalau udah sukses baru
    pacaran, toh semua cewe pada ngantri“  kata-kata tersebut terpahat dengan jelas di otakku 
   sejak SMA.

Kuteguhkan hatiku dan aku kumpulkan keberanian untuk mengajaknya berjalan menyusuri tepian pantai, berniat melanjutkan percakapan SMS pada malam itu.

     “Nta, mau ga jalan-jalan kesana?” aku menunjuk asal.

     “Ayu, ayo ikut jalan-jalan bareng kami!” jawabnya dengan mengajak kawan akrabnya 
     secara paksa.
    
     “Udahlah nta, kalian berdua aja yang pergi” sahut teman-teman lainnya.

     “Thank`s kawan-kawan, kalian memang memahamiku” kataku riang dalam hati.

Sang waktu dengan mudah memberikan keluangannya untuk kami, dan sang jarak pun seakan mempersempit space diantara kami yang sebelumnya terasa begitu jauh ketika keberanianku belum muncul untuk mengajaknya berjalan. Kemudian kami berjalan dan banyak bercerita, tidak begitu jauh kami berjalan, aku mengajaknya duduk diatas pasir pantai terindah yang pernah kudatangi. Duduk merebah menghadap lautan luas, memandangi ombak yang saling berkejaran, menghirup dalam bau lautan yang khas, menikmati kesejukan udara akibat sang matahari tak sanggup melawan awan tipis yang menutupinya, sungguh momen paling sempurna yang pernah aku rasakan. Dan bersamaku, tepat disampingku duduk Shinta Alvionita AS.




     “Nta, tadi malam didalam sms, Nta bilang ada kawan yang terang-terangan suka
      sama Nta. Beneran tu?” tanyaku membuka percakapan.

     “iya memang ada, dia orangnya baik, suka sms dan telponin Nta, suka chat di fb dan
     langsung terang-terangan bilang suka ke Shinta, orangnya perhatian gitu” jawabnya

     “Hmm, jadi Nta suka sama dia?”  tanyaku serius.

    “Dia orangnya baik dan perhatian, tapi Nta enggak suka sama dia karena baru kenal 
     terus ada seseorang yang dah lama Nta suka, tapi gak tau orang itu suka juga atau  
     enggak sama Shinta” jawabnya malu.

Diam-diam rasa suka itu telah tumbuh dihatiku seiring dengan berjalannya waktu. 
Tahun ajaran baru 2009/2010 dimulai dengan masa orientasi bagi mahasiswa baru, pemilihan Komisaris Letting (komting) dan Sekretaris Letting (sekting) pun dilakukan. Aku terpilih sebagai Komting 2009 untuk kelas genap, karena kami semua mahasiswa baru dengan NIM genap dikumpulkan menjadi satu kelas untuk mempermudah para senior melakukan pendataan dan pemberian informasi. Komting sudah terpilih, saatnya calon sekting ditunjuk atau mengajukan diri untuk nantinya akan dipilih melalui voting suara. Tidak berbeda dengan pemilihan komting, suara terbanyaklah yang akan memenangkan calon sekting tersebut. 

     “Amas, abang berikan kesempatan untuk kamu agar memilih satu calon sekting yang
      akan membantu tugas kamu nantinya” pinta seorang senior pria kepadaku.

Pandangan kufokuskan ke seluruh kaum hawa yang ada didalam kelas pada saat itu, sejurus kemudian fokus mataku berhenti tertuju kepada seorang cewek yang duduk dikursi nomor tiga dari kanan dan berada di baris terdepan.

     “Yang itu bang” pilihku sambil mengarahkah jari telunjuk ke seorang cewek.

     “Sudah kenal dengan dia?” Tanya senior kepadaku.

     “Belum bang” jawabku singkat.

          “ohh ya, kenapa memilih dia sebagai calon sekting kamu, kan masih banyak cewek-
           cewek lainnya?” Tanya senior tersebut sambil tersenyum.

Aku bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan tersebut, bagaimana harus menilai cewek berkacamata yang baru saja kupilih, cewek berkulit gelap yang belum aku kenal, cewek yang memiliki paras khas campuran India, Aceh dan Jawa. Kulirik abang senior, dia terlihat tidak sabar  menunggu jawabanku, aku harus segera menjawab pertanyaan ini jika tidak ingin mendapat masalah dihari pertama orientasi. Merupakan kesenangan tersendiri bagi senior untuk mencari kesalahan junior, jika sedikit saja si junior kedapatan melakukan kesalahan tamatlah riwayatnya. Dipermalukan di depan kelas hukuman teringan untuk proses pendewasaan diri si junior.

     “karena inner beauty-nya bang” jawabku spontan tanpa berpikir panjang.

Suasana kelas tiba-tiba pecah, suara sorakan, siulan, tawaan menjadi satu, senior dan teman-teman seangkatanku berhasil menggetarkan jendela-jendela kaca di kelas, dan aku hanya tertunduk malu. Tiga calon sekting terpilih, salah satu dari mereka adalah pilihan ku. Visi dan misi disampaikan untuk meyakinkan para voter bahwa merekalah yang paling berhak mendapatkan jabatan tersebut dan sekaligus akan berhak melakukan kerjasama denganku dalam hal menjalankan berbagai tugas.
Voting telah dilakukan, Shinta keluar sebagai sekting karena berhasil mengumpulkan suara terbanyak. Dengan terpilihnya Shinta, aku lebih sering melakukan berbagai hal bersamanya baik di lingkungan kampus maupun saat berada di luar kampus untuk menyelesaikan berbagai tugas atau hanya sekedar makan siang bersama.

Tanpa kusadari rasa suka tersebut telah mengakar dihatiku, dua tahun bersama membuatku jatuh cinta kepadanya, namun tidak pernah kunyatakan secara langsung betapa aku mencintanya atau ketika keberanian itu datang berusaha mendorong aku untuk menyatakan cinta, selalu saja kuurungkan niat itu karena sebuah prinsip yang  telah aku pegang teguh selama ini. Waktu dan jarak kali ini menjadi saksi aku memendam cinta kepadanya.



Ombak masih berkejar-kejaran berusaha menjadi yang pertama menjilati putihnya pasir pantai yang terindah. Aku memandang lautan luas yang tak berujung, mengambil napas dalam dan menghelanya.


     “Nta, sebenarnya udah lama Amas suka dan diam-diam cinta sama Shinta, apa Shinta
      memiliki perasaan yang sama ke Amas?” jantung ini berdegup keras, kencang, dan
     tak beraturan ketika kuutarakan perasaanku.

Sang waktu bagaikan mengambil seluruh detiknya dari dunia ini, membiarkannya lumpuh tidak dapat berjalan ke detik selanjutnya, mematikannya tepat di 13:30. Tanganku berkeringat dan terasa sedingin es, suasana hening, sesaat, namun terasa begitu lama.
Dan deru ombak berhasil memecah keheningan yang terjadi diantara kami. Shinta bercerita bahwa dia pernah menangis karena merasa takut kehilanganku, takut jika aku meninggalkannya. Aku tidak pernah tau dia pernah menangis untukku karena hal itu. Aku  teringat kala itu ketika dia mengetahui aku sedang bimbang untuk memutuskan “take or leave” suatu hal yang sangat berharga. Jika aku ambil maka dengan spontan waktu dan jarak akan langsung memisahkan kami di saat itu, namun keputusanku adalah meninggalkan hal tersebut. Salah satu yang menjadi alasan pertimbangan dalam pengambilan keputusanku adalah dia.

Dari ceritanya, aku sudah tau bagaimana perasaanya selama ini kepadaku, kini hatiku lega. Dan aku juga tau wanita sangat sulit mengakui dan mengungkapkan bahwa dia suka atau cinta kepada seseorang. Kejahilanku muncul.

     “Jadi, siapa orang yang selama ini Shinta suka?” tanyaku senyum.

     “Amas suka dan cinta sama Nta, Shinta cinta sama Amas?” kembali kulontarkan sebuah  
      pertanyaan. Aku tersenyum-senyum sendiri.

     walaupun aku sudah mengetahui pasti jawabannya,tapi pertanyaan tersebut terus aku lontarkan. Begitu jahilkah aku? hanya Tuhan yang tau.
     Shinta hanya bisa menjawab pertanyaanku dengan senyuman, aku tau dia malu dan aku juga tau dia sangat ingin sekali mengatakan bahwa dia mencintaiku, maka dari itu ku paksa dia untuk menjawab pertanyaan yang sama agar dia merasakan kebebasan berbicara di negeri demokrasi ini.

“Ini pertanyaan terkahir untuk Shinta, dan Amas tidak akan pernah mengulanginya lagi. Siapa orang yang Nta suka selama ini? Amas suka dan cinta sama Nta, Shinta cinta sama Amas?” pertanyaan terakhirku, tidak ada pilihan lain baginya, dia wajib menjawabnya disaat itu.

“Halah hay Amas, malu kami tau bilangnya. Hmm, iya orang yang Nta suka selama ini Amas, dan Shinta cinta sama Amas” logat Acehnya keluar ketika menjawab pertanyaanku, teman-teman Aceh ku sering menggunakan kata kami sebagai kata ganti saya. Mukanya terlihat memerah walau samar.

     “Coba ulangi sekali lagi, Amas gak dengar, pelan kali suara Nta” godaku.

     “Selama ini Shinta suka sama Amas dan Shinta cinta sama Amas” ucapnya  
      sedikit keras.
    
     “Hahaha, gitu donk, gak susah kan untuk ngucapinya” timpalku dengan gembira.

Aku menyudahinya karena perasaanku yang terpendam lama telah terbebas, aku merasa puas dan sangat menikmati hari ini 28 November 2010. Perseteruan logika dan perasaan akibat sebuah prinsip sudah dapat kuredam. Sebuah komitmen pun telah kami sepakati.

Pemahaman dan pemaknaan atas kata Komitmen dan Prinsip kami artikan dalam konteks proses pendewasaan diri yang sedang dilalui dengan membuat sebuah perjanjian diantara kami. Dan telah ku ukir isi perjanjian tersebut di relung hatiku, tersimpan rapi hingga hanya Aku, Shinta, dan Tuhan yang tau isi perjanjian abadi kami.

28 November 2011

Wajar di hari ini rinduku meningkat ke level tertinggi. Mengingat sulitnya proses kita dalam mencapai sebuah komitmen. Butuh waktu dua tahun bagi kita untuk dapat mempersatukan sang jarak dan waktu. Dan ketika kita sudah bersatu, selama satu tahun pula kita berjuang mempertahankan komitmen tersebut. Ketika komitmen yang telah dibuat kembali dipertanyakan oleh keegoan kita yang super tinggi, dengan kesabaran dan sikap saling mengalah, kita bahu membahu saling mendukung dan memotivasi, mengkokohkan pondasi komitmen yang telah kita buat.

Hari ini 28 november 2011, tepat satu tahun komitmen itu kita buat. Pasir putih di pantai terindah, ombak yang saling berkejaran dilautan, awan tipis dan lingkar matahari di angkasa menjadi saksi atas perjanjian yang telah berhasil kita goreskan di dalam perjalanan sang waktu dan jarak ketika mereka mulai bersekutu merangkai alur kisah cinta kita.

Untuk kekasihku tersayang,
            hanya keabadian cinta yang kupinta di 1st Anniversary kita.



Alhamdulillah
Banda Aceh, 27 November 2011, 4.00 sore.




Jumat, 25 November 2011

KEIKHLASAN CINTA


1.  Lafadz Yang Menggetarkan Jiwa
Subuh pagi ini dinginnya udara sangat menusuk tulangku, lapisan selimut seakan tidak berdaya melawan bengis dan ganasnya udara pagi ini. Aku pun sulit terjaga dari tidur nyenyakku terpedaya oleh rayuan dan bisikan iblis yang menghiasi mimpi indahku. Sesekali kubuka mataku dengan usaha yang keras namun dengan mudah terpejam kembali. Tetapi dalam sekejap semua mimpi-mimpi indahku lenyap tak bersisa. Hati dan jiwaku bergetar mendengar desir lafadz-lafadz kebesaran dan keagungan Allah memecah keheningan subuh, menjalar keseluruh qalbu setiap mahkluk yang bernyawa. Jantungku berdetak kencang ingin menyambut seruan yang Mahabesar, kukuatkan imanku menolak rayuan mimpi yang telah direkayasa iblis yang datang tiada henti. Segera aku keluar dari ranjang hangatku menjawab seruan Allah dengan penuh ketaatan. Kusucikan diri untuk menunaikan ibadah subuh berjamaah yang penuh maghfirah namun butuh perjuangan dan pengorbanan yang besar untuk melaksanakannya. Dan hal ini yang membuat banyak umat muslim sulit menjalankan panggilan Allah disubuh hari, sehingga kaum kafir tidak akan takut dengan umat muslim sebelum shalat subuh berjamaah umat muslim sebanyak jumlah jamaah shalat jumatnya. Kuringankan langkahku menuju mushalla yang jaraknya tidak jauh dari tempat kediamanku. Kuangkat takbir dengan khusyuk, kujalankan rukun shalat hingga salam, doa rindu kepada Allah telah kupanjatkan.
Kulangkahkan kakiku keluar dari mushalla. “ Assalamualaikum Har”, seseorang memanggil namaku dan langsung merangkulku. Orang-orang yang dekat denganku memang sering memanggil nama pendekku karena lebih singkat dan praktis. Nama panjangku adalah Muhammad Azhar bin Khairi Mustafa. Aku keturunan Arab-Sunda dan kehidupanku dapat dikatakan sangat berkecukupan. Saat ini aku masih menjalani pendidikan tingkat akhir mengambil spesialis di fakultas kedokteran universitas islam negeri, Jakarta. Walaupun hidupku serba dipermudah tetapi aku ingin hidup lebih mandiri layaknya seorang mahasiswa biasa, sehingga aku dan beberapa sahabatku menyewa rumah kos yang letaknya sangat strategis, dekat dengan universitas kami.

“Waalaikum salam”, ternyata yang merangkulku adalah Fahmi sahabat yang sangat dekat denganku. Kami sudah tiga bulan tidak bertemu, jadi wajar dia memelukku dengan sangat erat. Fahmi pergi keluar kota untuk menyusun tesisnya dibidang ekonomi, mungkin dia mengambil salah satu daerah sebagai tempat pengamatannya. Kami disini tinggal dalam satu rumah kos tetapi aku sama sekali tidak mengetahui kapan dia tiba dirumah. Jadi akhirnya di sepanjang jalan kami bercerita melepas rindu antara dua sahabat yang telah menjadi saudara. Sangat panjang kami bercerita mengenai aktifitas yang Fahmi lakukan selama dia pergi keluar kota dalam menyusun tesisnya. Dan sampailah kami didepan pintu rumah, didalam ruang tamu kami masih bercerita. Setelah lama bercerita keluar sebuah nama indah dari bibir Fahmi menanyakan keadaan insan yang namanya tercantum dalam kitab Al Quran surat ke 4 dengan arti wanita.
Dia adalah Annisa, wanita muslimah cantik dengan prilaku sangat terjaga dan selalu membawa ketenangan dan keceriaan kepada semua orang yang berada didekatnya. Kami mengenal Annisa karena kegiatannya dalam sebuah lembaga sosial yang perduli akan nasib anak-anak yatim piatu yang terlantar, tidak mempunyai tempat tinggal dan dengan kehidupan yang sangat tidak layak. Organisai yang berperan sebagai pembangun rumah panti asuhan bagi anak-anak yatim piatu yang digerakan oleh Annisa menampung mereka yang membutuhkan. Ikhlas adalah nama panti asuhan yang sedang diurus oleh Annisa. Walaupun usia Ikhlas baru hidup satu tahun, sepak terjangnya telah dikenal masyarakat karena telah berhasil menampung sekitar dua ratus anak yatim piatu dan  sekarang bangunan Ikhlas sedang diperbesar untuk menampung lebih banyak anak-anak yatim piatu.
Aku pun menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan Fahmi kepadaku. Pertanyaannya sangatlah sederhana, hanya disekitar menanyakan keadaan dan kondisi Annisa tetapi aku yakin jawaban yang kuberikan pasti akan sangat memuaskan hatinya dan menenangkan pikirannya. Percakapan harus kami akhiri, banyak pekerjaan rumah pada pagi hari ini harus kami selesaikan secepatnya. Jadwalku pagi ini adalah aku harus mencuci bajuku yang telah tiga hari tertumpuk, aku sengaja menjadwalkan pencucian bajuku dua kali seminggu yaitu hari rabu dan sabtu, hari-hari lainnya telah terisi oleh sahabatku. Penjadwalan ini dilakukan untuk menghemat pengeluaran air, sehingga biaya pembayaran air murah dan tidak ada yang melakukan pemborosan penggunaan air. Kami sebagai mahasiswa sadar masih banyak daerah di Indonesia ini yang sangat sulit untuk mendapatkan air bersih karena kondisi daerah mereka yang tandus atau jauh dari mata air yang bersih, jadi seharusnya semua masyarakat Indonesia dapat merasakan dan  sadar pemborosan air yang dilakukan sekarang dapat menyebabkan krisis air nantinya bagi anak cucu mereka.
Sang surya telah diutus Tuhan untuk menghangatkan bumi manusia, menggantikan dinginnya pagi dengan hawa panas mentari. Semakin lama bumi semakin memanas, aku harus bersegera meninggalkan aktifitas rumah mengejar pertemuan di sebuah rumah sakit untuk mempelajari kegiatan dokter spesialis membedah organ dalam pasien yang rusak. Sedangkan Fahmi masih harus berbenah di dalam kamarnya, tetapi sebelum aku pergi Fahmi berpesan jika aku sudah selesai agar langsung segera pulang untuk menemaninya bertemu Annisa di panti asuhan Ikhlas.
Jam 8 aku tiba di rumah sakit, belum terlambat masih ada setengah jam lagi sebelum melihat kerja dokter membedah pasien. Dokter Syamsul akhirnya datang, dengan sedikit pengarahan kami langsung mengikuti sang dokter menuju ke ruang operasi. Operasi berjalan lancar, tidak ada suatu kendala yang berarti, kami pun mendapatkan ilmu yang sangat berharga.
Waktu sangat terasa cepat, sang surya sudah berada diatas ubun-ubunku dan beberapa saat lagi sudut kemiringannya akan berubah memberikan kode kepada  umat muslim untuk melaksanakan shalat zuhur. Benar, beberapa menit kemudian terdengar suara muadzin dari masjid terdekat mendengungkan lafadz kebesaran Allah. Aku pun menghentikan segala aktifitasku menjawab panggilan Allah dengan datang ke masjid terdekat karena aku sebagai manusia biasa tidak bisa seenaknya saja mengulur waktu shalat yang telah ditentukan waktunya. Dan hal ini telah dijelaskan dalam penggalan surat Annisa ayat 103 yang bunyinya Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. Mengingat surat Annisa aku teringat akan janjiku dengan Fahmi untuk bertemu Annisa seusai aku pulang dari rumah sakit. Setelah selesai shalat zuhur, aku harus berjumpa dengan Fahmi secepatnya.
***



2.   Balada Budi
Jam 2 siang aku kembali ke rumah, disana Fahmi telah bersiap-siap menungguku untuk berangkat menuju ke panti asuhan Ikhlas. Aku meletakkan tas jinjingku kekamar sebentar dan kemudian kembali ke depan pintu di mana Fahmi telah menungguku. Perjalanan ke panti asuhan Ikhlas kami lakukan, di sanalah Annisa banyak menghabiskan waktunya jadi sangat mudah bertemunya dipanti asuhan Ikhlas. Dalam perjalanan, mataku melihat seorang anak menangis ditengah jalan dan entah kenapa hatiku tergerak untuk mendekatinya. Perjalanan kami tunda, aku dan Fahmi turun dari bus kota mendekati anak yang sedang menangis itu. Kelihatannya ia sangat ketakutan bagaikan takutnya bumi kehilangan suryanya dan sepertinya ia tidak terbiasa dengan suasana seperti ini. Karena rasa ibaku melihat anak ini aku dan Fahmi membawanya duduk di warung terdekat dan kemudian aku bertanya-tanya tentang dirinya,
“Nama adik siapa dan mengapa menangis?”
“Nama saya Budi, saya dibawa paman yang badannya besar kesini lalu saya ditinggal”
“Kamu masih punya ibu atau bapak?”
“Papa dan mama saya sudah tidak ada lagi, mereka sudah meniggal”
Jawaban polos yang diberikannya sudah dapat menggambarkan dirinya anak yatim piatu yang sangat malang, jadi kami berinisiatif membawanya ke panti asuhan Ikhlas. Macetnya jalanan ibu kota menambah lama waktu perjalanan kami. Kabut hitam selalu membayangi rapuhnya paru-paru manusia yang semakin memanaskan bumi mahkluk Allah ini.
Allhamdulillah akhirnya perjalanan panjang terlalui, dari ujung gang yang mengarah ke panti asuhan Ikhlas kami melihat Annisa sedang menemani anak-anak bermain di taman. Kami mempercepat  Tempo langkah kaki kami untuk bertemu wanita yang sudah tampak memancarkan sinar cahaya dari kejauhan. “Assalmualaikum”, hampir serentak kami menyapa Annisa yang berada beberapa meter dari kami. “Waalaikum salam”, keluar jawaban dari bibir manisnya dengan lembut. Ada raut wajah terkejut yang ditampakkan Annisa karena aku datang bersama Fahmi ke panti asuhan Ikhlas ini. Annisa lalu melampiaskan rasa terkejutnya dengan menghujani Fahmi pertanyaan
“Fahmi…???”
“Kapan kamu pulang?”
“Kenapa sebelumnya tidak kasih kabar ke Nisa?”
Tidak seorang pun yang menjawab pertanyaan yang dihujankan Annisa. Kemudian Nisa memalingkan wajahnya dari Fahmi, heran melihat seorang anak lusuh yang kami bawa. “Har, siapa yang kamu bawa?”, Annisa bertanya sambil memegang wajah lesu Budi dengan rasa kasihan.
Aku pun tersadar Budi belum kuperkenalkan, sebelum Nisa bertanya-tanya lebih jauh dan dalam lagi dihatinya dengan rasa penasaran aku langsung menjelaskan siapa anak ini dan kenapa anak ini kubawa ke panti asuhan Ikhlas, kujelaskan panjang lebar hingga akhirnya Annisa mengerti dan dapat menerima Budi di  panti asuhan Ikhlas ini. Syukurlah Annisa masih dapat menerima Budi di panti asuhan Ikhlas yang sudah penuh ini. Wajar Ikhlas sudah sangat padat dan bangunan baru masih belum terselesaikan. Ada satu hal yang sangat aku tekankan dan harus kujelaskan kepada Annisa karena ada sesuatu yang masih mengganjal dihatiku mengenai Budi, firasatku mengatakan dari tingkah laku, wajah dan cara berbicara Budi, dia bukanklah anak sembarangan. Jadi aku memohon kepada Annisa agar menjaga Budi sebaik-baiknya. Kemudian Nisa menjawab permintaanku dengan tegas, ”Har, semua anak yang berada di sini sudah aku anggap sebagai adik kandungku sendiri, keluargaku. Dan pasti aku akan menjaga dan menyayangi keluargaku seperti aku menjaga dan menyayangi diriku sendiri. Dan dengan adanya perintah Allah dan Rasul yang tertulis aku tidak akan berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim dan aku akan menjamin keselamatan anak yatim agar aku bertemu baginda rasul Muhammad di surga kelak”[1]. Mendengar penjelasan Nisa yang mantap dan menggugah jiwa, dapat menghilangkan resah yang tadinya timbul  dari hatiku.


Kami pun melanjutkan perbincangan kami untuk melepas kepenatan di taman yang ramai dipenuhi anak-anak bermain, bercanda dan dapat tertawa riang walaupun mereka yang bermain di taman ini sudah tidak lagi memiliki ayah dan ibu. Sekilas kumasuki dunia mereka untuk merasakan bagaimana penderitaan mereka tanpa ayah dan ibu. Aku terbayang dunia kejam yang harus mereka lalui, dunia kejam yang selalu membayangi mereka. Kelaparan, kemiskinan dan kefakiran yang mereka hadapi dapat mendekatkan mereka kepada kekafiran, karena dengan sedikit iming-iming dari orang kafir iman mereka bisa goyang dan ini dapat menjerumuskan mereka mengikuti orang kafir tersebut.
Tetapi masih ada cahaya terang yang tampak menaungi mereka para anak tidak berayah dan beribu ini. Ada sesuatu kekuatan bathin yang dapat membuat anak-anak ini tertawa riang. Ikhlas rumah panti asuhan yang dapat dijadikan salah satu wadah bagi orang-orang muslim yang masih perduli dengan anak-anak yatim agar mereka tidak terjerumus kepada kekafiran, menolong mereka membuka kembali berbagai harapan yang pernah pupus, mengembalikan semangat mereka untuk mewujudkan cita-cita mereka yang pernah hilang, serta mengembalikan hak-hak mereka yang pernah direngut dari genggaman mereka. Sudah saatnya umat muslim bekerja sama menyelamatkan generasi muda islam yang sedang berada diujung tanduk.
“Azhar, Azhar”, jiwaku seperti baru kembali lagi ke dalam ragaku ketika Fahmi menyenggol dan memanggil-manggil namaku.
“Ada apa Fahmi?”, aku terkejut.
“Kemana jiwamu berkelana Har?, coba lihat Annisa, dari tadi dia bertanya kepadamu tapi tidak ada tanggapan sama sekali darimu”. Fahmi bertanya dengan nada meledek.
“Astghfirullah”, aku jadi malu karena tidak menanggapi pertanyaan Annisa.
 Kemudian aku meminta kembali Annisa untuk mengulangi pertanyaanya tetapi hanya senyum tipis yang diberikannya kepada si tuan penghayal ini.
***

1. kutipan surat Ad Duha:10 dan H.R. Bukhari

                    
3.  Isyarat Mimpi
Langit merah telah menampakkan wujud indahnya di ufuk barat, waktu memang selalu berjalan begitu cepat bagi setiap manusia. Sesaat lagi waktu maghrib akan tiba, kami harus bergegas angkat kaki secepatnya dari panti asuhan Ikhlas. Kata-kata berpamitan telah kami sampaikan kepada Annisa.
Jarak 5 Km harus kami tempuh kembali, jarak yang tidak terlalu jauh bagi aku dan Fahmi. Tetapi ini akan menjadi perjalanan yang panjang dan melelahkan jika lintasannya adalah wilayah ibu kota negara. Jalanan yang sangat tidak sehat disebabkan oleh keegoisan manusia yang tidak perduli akan lingkungan sehingga harus mengotori udara dengan alasan kenyamanan dan keefisiensian waktu, tidak bisa kami hindari untuk tidak melewatinya agar kami dapat tiba dirumah.
Allahuakbar Allahuakbar, kumandang adzan telah digemakan menyusuri hiruk-pikuk kegiatan dunia para manusia. Aku dan Fahmi harus turun dari bus kota mencari masjid terdekat untuk melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Kami terjebak kemacetan tetapi 10 meter didepan bus ini sebuah masjid telah menanti kedatangan kami ingin memberikan berkah utama shalat berjamaah. Shalat seseorang dengan berjamaah dilipatgandakan sebanyak 25 kali daripada shalatnya di rumah dan shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian 27 derajat [2], selain berkah untuk pribadi shalat berjamaah juga dapat mempererat tali persaudaraan umat muslim.
Assalamualaikum warahmatullah, kuhadapkan wajahku ke arah kanan berharap bertemu Allah di surga firdaus-Nya kelak. Assalamualaikum warahmatullah, kuhadapkan wajahku ke arah kiri seraya berdoa semoga Allah menjauhkanku dari neraka jahanam-Nya. Doa-doa pengharapan manusia yang lemah sepertiku untuk memohon pertolongan kepada Allah telah selesai kupanjatkan. Perjalanan harus kami lanjutkan kembali tetapi “kriuuuk kriuuuk” terdengar suara perutku memberontak memberikan isyarat lapar.
Terpaksa kusampaikan keluhku kepada Fahmi, ternyata Fahmi juga mengalami hal yang sama denganku. Tidak heran dari tadi sore perut kami belum terisi makanan sedikit pun. Tanpa berlama lagi kami langsung mencari rumah makan yang terdekat. Rumah makan yang sederhana kami pilih untuk makan malam pada malam ini. Hanya beberapa orang saja pengunjung yang menempati meja makan di rumah makan ini, meja yang dekat dengan tembok kami tempati. Dengan sigap lelaki muda menghampir kami bertanya menu apa yang akan kami pesan. Kuserahkan pemilihan semua menu kepada Fahmi. Dalam beberapa menit hidangan telah sampai dihadapan kami. Ikan bakar dengan bumbu khasnya terhidang sangat cantik didepan mataku, sangat menggugah seleraku sehingga aku sempat menelan saliva[3] kekeronkonganku, ditambah dengan tumis kangkung yang mendampinginya menambah semangat makanku karena teringat akan masakan bunda. Fahmi memang bisa diandalkan dalam pemilihan menu makanan yang lezat, murah dan bergizi. Lambungku telah terisi sepertiga makanan, sepertiga air dan sepertiga lagi sengaja aku kosongkan untuk lambungku sendiri. Hal ini aku lakukan untuk menjaga kesehatan ragaku karena rasulullah pernah menyatakan makanlah kamu sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang, dasar inilah menjadi peganganku selain makanan empat sehat lima sempurna dalam aturan makan sehat yang diterapkan orangtuaku sejak aku masih kanak-kanak.Allhamdulillah rasa syukur atas nikmat Allah yang tidak terhingga ini yang kadang sering terlupakan dari ucapan bibir kami. Setelah istirahat sesaat perjalanan panjang yang tertunda harus segera kami lanjutkan.
Jarum jam telah menunjuk ke angka sembilan lewat tiga puluh menit. Aku dan Fahmi tiba dirumah kos yang sederhana ini. Pintu rumah kami buka dan serempak kami berpencar menuju kamar masing-masing. Sebuah pintu harus kubuka kembali, pintu berwarna coklat tua itu adalah pintu kamarku yang harus aku buka jika aku ingin istirahat secepatnya. Rasa lelah memang sedang menghampiri diriku, tidur adalah solusi menghilangkan penyakit ini. Aku sempat bersuci sebelum aku berbaring di tempat tidur.kubaringkan tubuhku ke kasur nyamanku sambil membaca doa sebelum tidur.

Aku melihat seorang anak menangis, kemudian kulihat anak itu dengan cermat dan ternyata anak yang sedang menangis itu adalah Budi yang baru saja aku tolong dari jalanan. Ada apa gerangan dia menangis lagi, bukannya dia sudah bahagia setelah aku titipkan di panti asuhan Ikhlas bersama Annisa, tadi sore dia dapat tertawa riang di sana. Aku terus bertanya-tanya di dalam hati tidak mendapat jawaban sepatah kata pun.
Tiba-tiba seorang pria tua datang mendekatinya dan memeluknya sangat erat, sepertinya mereka sudah sangat kenal satu sama lainnya. Sangat lama mereka berpelukan dan bercakap-cakap hingga akhirnya pria tua itu melepaskan pelukannya dari tubuh Budi dan pergi meninggalkannya. Semakin lama jarak yang memisahkan mereka semakin jauh hingga pria tua itu hilang dari pandanganku. Tetapi yang membuatku lebih aneh lagi Budi malah tersenyum dan melambaikan tangannya kepada pria tua itu, air mata tangis yang ia tumpahkan tadi berubah menjadi keceriaan. Aku pun semakin bertanya-tanya lagi di dalam hati. Kemudian Budi melihatku, dia memanggil namaku dan berlari kearahku, “gedebuk” badan besarnya menabrakku sampai aku terjatuh.
Astaghfirullah aku terbangun dari mimpiku, sejenak aku berfikir mengenai mimpi yang aku alami. “Apakah ini suatu isyarat mimpi ?”, tanyaku dalam hati. Tetapi sudahlah mungkin itu hanya sekedar mimpi. Kulihat jam yang menempel di atas dinding pintu kamarku tela menunjukan jam dua pagi. Aku bangkit dari ranjangku menuju ke kamar mandi yang letaknya dekat dengan dapur. Kran air  kuhidupkan, kutampung air suci yang lagi mensucikan di kedua telapak tanganku dan langsung kubasuhkan kewajahku, nyess!!.Dinginnya air menyusup kepori-pori wajahku dan membuat bulu kuduku berdiri, tetapi aku arus cepat menyelesaikan rukun wudu`ku untuk menyempurnakan shalat malamku nanti. Takbir demi takbir telah selesai kulalui, doa pada malam hari ini aku memohon kepada Allah agar mimpi yang baru saja aku alami menjadi isyarat mimpi yang baik bagi kami semua. Amin
*** 

 3. Air ludah/liur
 2. H.R. Bukhari dan Muslim


4. Aktiftas di Rumah Sakit
Kukuruyuk kukuruyuk, suara kokokan ayam telah terdengar saling bersahut-sahutan membangunkan para manusia yang masih terlelap dalam tidurnya. Sang surya telah tampak menyinari sebahagian bumi. Setiap manusia menyibukan dirinya dalam berbagai aktifitas dengan keinginan mendapatkan ridha di muka bumi Allah tercinta ini. Ada seruan Allah untuk umat manusia setelah selesai shalat bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah[4]. Aku pun tidak luput dalam aktifitas dunia yang akan terasa sangat lama tetapi sejatinya itu hanya sekejap saja dan aku tidak ingin aktifitas duniaku tidak dihitung sebagai ibadah kepada Allah jadi sebelum aku beraktifitas aku berniat terlebih dahulu bahwa semua yang aku kerjakan karena Allah. Dan sebenarnya aku selalu bersumpah kepada Allah dalam shalat innashlati wanusuki wamahyaaya wamamati lillaahirabbil`alamin. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata hanya untuk Allah. Dan jelaslah semua kegiatan selama hidupku di bumi ini aku melakukannya karena Allah.
Hari ini aku harus kembali ke rumah sakit sebagai dokter muda untuk melakukan praktek pembelajaran pengangkatan tumor seorang pasien yang akan dilakukan oleh seorang dokter pembimbing kami. Beliau adala dokter yang sudah sangat terkenal dibidangnya, karena keprofesionalismenya dan jam terbang yang telah dilaluinya cukup lama, beliau telah di acungkan jempol oleh rekan sesame dokter yang lain. Beliau lahir di daerah Madina[5] Sumatra Utara dengan nama Ismail Harahap. Perpaduan antara ketegasan, kebijakan dan kecerdasannya dalam mengambil sebuah keputusan dalam suatu operasi sangat menentukan usaha keras yang dilakukan dalam pengoperasian untuk menyelamatkan jiwa pasien yang tentunya dengan pertolongan Allah. Jam 8 aku tiba dirumah sakit berjumpa teman-teman berbincang mengenai persiapan praktek pembelajaran nanti.
Jam 8.30 dokter ismail datang memberi pengarahan kepada kami selama beberapa menit dan kemudian kami berangkat menuju keruang pengoperasian.
Dokter Ismail memimpin di depan sedangkan kami tetap mengikutinya dari belakang seperti layaknya para kesatria berjubah putih yang akan berperang bersama pemimpinnya. Pemeriksaan ulang terhadap kondisi tubuh pasien telah dilaksanakan. Hasilnya kondisi pasien dalam keadaan normal dan siap untuk menghadapi operasi. Di dalam ruang operasi kami mengenakan pakaian khusus berwarna hijau kebiruan yang telah steril dari bakteri dan kuman. Pengoperasian dilakukan, dua bola mata kami tidak lepas mengamati sang dokter dan tim khususnya bekerja membedah si pasien yang tidak sadarkan diri. Tumor dari tubuh pasien diangkat perlahan tapi pasti, dalam beberapa menit lagi pengoperasian akan selesai. Semua hal yang penting telah tercatat di dalam buku praktisku yang dapat dimasukkan ke dalam saku. Sudah beberapa kali aku melihat cara dokter Ismail melakukan pengoperasian, terkadang aku membayangkan diriku sedang berada pada posisi dokter Ismail yang sedang melakukan pengoperasian terhadap seorang pasien yang benar-benar membutuhkan pertolonganku, sungguh sebuah pekerjaan yang sangat mulia.
Syukur alhamulillah pengoperasian berjalan lancar hanya dalam beberapa jam. Jam 11 siang kami telah keluar dari ruang pengoperasian, pembelajaran praktek hari ini telah selesai. Masih ada sedikit waktu untukku melaksanakan shalat duha, shalat ketika matahari sedang naik, shalat yang jika orang-orang dapat menjaganya maka dapat mengampuni dosa-dosa mereka meskipun sebanyak buih dilautan [6]. Mushalla yang berada dirumah sakit merupakan langgananku untuk menunaikan shalat sunah duha jika aku sedang berada di rumah sakit. Suasananya sangat tenang dan jauh dari kebisingan, membuat hatiku damai untuk menambah kekhusyukanku berkomunikasi kepada sang pencipta. Dalam doa kupanjatkan keluh kesahku, sebentar lagi aku akan mengikuti ujian untuk kelayakanku menjadi seorang dokter spesialis dan aku menginginkan kelulusan dan keberhasilan yang memuaskan agar tidak mengecewakan orangtuaku yang telah bersusah payah membiayai sekolahku sampai aku menjadi seperti sekarang ini.” Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang aku yakin Kau mendengarkan doa hamba-Mu ini, ya Allah walaupun hamba berlumuran dosa dan sering lupa kepada-Mu  tetapi hanya kepada Engkaulah tempatku meminta, ya Allah kabulkanlah doa hamba-Mu ini”.
*** 
4.Al-Jumu`ah:10
5.Mandailing Natal
6. H.R. Ibnu Majah



5. Malam Panjang Yang Mengharukan
Jam dua lebih empat puluh lima menit aku sampai dirumah, siang ini waktuku lagi senggang tetapi rasa lelah perjalanan pulang dari rumah sakit masih sangat terasa. Aku harus menghilangkan rasa lelah dalam diriku dengan memanjakan diri sejenak. Panasnya kota Jakarta yang membawa angin kering yang berhawa panas menerbangkan debu disektarnya, belum lagi ditambah asap-asap kendaraan masyarakat yang mengotori udara lengkaplah semua kotoran menempel ditubuhku ketika aku pulang dari rumah sakit. Mandi memang menjadi pilihan yang sangat tepat untuk awal memanjakan diri, membersihkan tubuh dari segala kotoran yang melekat dapat membuat tubuh kembali segar. Jus jeruk yang telah aku buat dapat menghilangkan dahaga dan menambah daya tahan tubuh. Penyajian dengan potongan-potongan kecil balok es menambah segar minuman bervitamin c tinggi tersebut. Cemilan pendampingnya adalah roti kering rendah kalori. Semua persiapan selesai, aku menuju ke ruangan yang khusus menyediakan televisi untuk kami anak-anak kos sebagai hiburan penghilang penat. Aku duduk di sofa memanjangkan kakiku dan kemudian menikmati cemilan sambil menonton televisi. Ini semua disediakan oleh ibu pemilik kos, beliau sangat baik kepada kami anak-anak kosnya. Beliau  sudah menganggap kami sebagai anaknya sendiri, sedangkan beliau sekarang sudah menjadi janda dan  hanya memiliki anak tunggal yang saat ini sedang menyelesaikan pendidikan kuliahnya di Australia mengambil fakultas kedokteran. Mungkin kondisi ini yang membuat ibu Aisyah mencurahkan perhatiannya kepada kami.
Televisi yang tadi kuhidupkan siarannya tidak ada yang dapat menarik perhatianku, karena memang aku jarang sekali menonton televisi. Angka-angka pada tombol remote televisi hamper semua sudah aku tekan untuk mencari siaran televisi yang menarik. Angka sembilan nomor tombol terakhir yang belum aku tekan. Setelah kutekan, chanel ini menyajikan siaran berita yang membuat mataku terbelalak hebat, aku tidak dapat mempercayai apa yang sedang aku lihat, aku mendekat ke layar televisi agar aku percaya dengan apa yang aku lihat. foto Budi anak yang beberapa hari lalu kami tolong rupanya terpampang jelas dilayar televisi dan dibawah fotonya bertuliskan ORANG HILANG tulisannya tertulis jelas dengan huruf kapital.
Setelah foto itu di tampilkan di layar televisi, ada sebuah wawancara dengan keluarga korban yang kehilangan. Seorang pria tua yang dapat dikatakan seorang kakek mengakui telah kehilangan cucunya tiga hari yang lalu. Ada hal yang lebih membuatku terkejut dari pernyataan wanita pembawa siaran berita televisi tersebut, yang menyatakan bahwa Budi adalah cucu pengusaha yang tergolong salah satu pengusaha tersukses dan terkaya di Indonesia. Perasaanku sekarang bercampur aduk antara perasaan takut, tidak percaya dan senang. Takut karena ada pikiran buruk yang menghampiriku kalau aku nantinya di tuduh mencuri Budi. Tidak percaya karena anak yang kutolong adalah cucu seorang pengusaha terkaya dan senang akhirnya Budi dapat berjumpa dengan keluarganya kembali.
“Assalamualaikum”, terdengar suara Fahmi pulang dan membuka pintu.rumah. Aku langsung lari menghampiri Fahmi dan membawanya bersamaku melihat siaran berita hari ini.
“Ada apa Har?”, dia heran melihatku.
“Fahmi, sekarang kamu lihat benar-benar siaran berita di televisi itu”
“Masya Allah, kenapa ada foto Budi Har?”.
Aku kemudian menceritakan semua yang tidak di lihat Fahmi di televisi mengenai Budi dan aku juga menceritakan pikiran burukku kepadanya. Fahmi menyuruhku untuk tenang dan berfikir jernih. Kutarik nafas dalam-dalam dan kemudian kukeluarkan perlahan, kuulang hal yang sama sebanyak tiga kali. Aku melakukan hal seperti ini karena dapat menenangkan pikiranku, oksigen yang kuhirup dalam jumlah yang banyak dapat masuk ke pembuluh darahku di otak yang kekurangan oksigen sehingga aku dapat berfikir jernih kembali. Aku telah dapat menguasai pikiranku untuk kembali tenang, kemudian Fahmi memberikan aku saran untuk mencari jalan keluar. Sarannya adalah agar aku bertemu langsung dengan Annisa di panti asuhan Ikhlas dan kemudian mencari jalan keluar selanjutnya di sana setelah berjumpa Annisa. malam itu kami berdua langsung menuju ke panti asuhan Ikhlas, perjalanan 2 jam akan kami lewati. Angkutan kota berhenti di depan sebuah gang yang langsung menghubungkan ke panti asuhan Ikhlas, langkah cepat kami ambil untuk menyusuri gang tersebut. Annisa yang sebelumnya telah aku hubungi lewat telepon telah tampak menunggu kami di depan gerbang panti asuhan Ikhlas. Diskusi langsung kami laksanakan, kesepakatan telah dicapai kami harus langsung menghubungi keluarga Budi dengan nomor telepon yang diberikan lewat tayangan berita tadi sore. Aku yang mengetahui nomor telepon keluarga Budi, langsung menghubungi keluarga Budi untuk meginformasikan bahwa Budi bersama kami.
Kutekan nomor telepon yang telah tercatat di buku telepon genggamku. Agak lama aku menunggu telepon yang aku tuju untuk diangkat. Secara samar aku mendengar percakapan Annisa dengan Budi. “Budi, kamu senangkan sebentar lagi berjumpa keluargamu?”, Budi hanya mengangguk.
Telepon yang kutuju sudah diangkat.
            “Assalamualaikum, apakah benar ini rumah kediaman keluarganya Budi?”
            “Waalaikum salam, benar ini rumah kediaman Budi dan saya kakeknya Budi, bapak Hartono”.
            “Saya Azhar, ingin memberitahukan bahwa cucu bapak sekarang ada bersama saya”.
            “Allhamdulillah, sekarang kamu berada dimana, beritahukan agar saya dapat datang langsung
              menuju kesana”.
            Alamat panti asuhan Ikhlas kuberikan kepada beliau agar dapat datang secepatnya ke sini. Jam 10 malam sang kakek tiba bersama beberapa orang. Ketika beliau melihat cucunya Budi dia berlari kearah Budi dan memeluk erat tubuh gemuk anak yang baru berusia enam tahun tersebut. Dengan usia enam tahun pertumbuhan budi tidak seperti anak biasanya, tubuhnya besar karena kegemukan. Isak tangis tidak terelakkan antara kakek dan cucu, keadaan haru menyelubungi suasana pada malam itu. Terlihat air mata jatuh membasahi pipi Annisa yang larut terbawa emosi kakek dan cucu yang sedang menangis bahagia itu. Kulihat mata Fahmi juga tampak berkaca-kaca, tidak tahu bagaimana denganku pada malam itu apakah aku sama seperti Fahmi?, yang aku rasakan adalah mataku agak kabur dibasahi air tetapi ketika aku menyentuhnya penglihatanku kembali normal.
            Kisah kejadian yang dialami Budi kuceritakan secara rinci kepada pak Hartono, kukeluarkan isi memori mengenai Budi dari dalam otakku sehingga tidak ada satu kejadian pun yang terlewatkan sehingga pak Hartono telah mengerti mengapa Budi bisa sampai berada di panti asuhan Ikhlas. Suasana kembali normal tetapi ada sebuah pertanyaan besar di pikiranku dan tidak bisa aku untuk terus aku pendam. Bibirku terbuka dan bertanya hal yang mengganjal pikiranku langsung kepada sang kakek yang rambutnya sebagian telah memutih dan umurnya sekarang kira-kira sudah lebih dari 60 tahun. Pertanyaan yang ingin kutanyakan masih seputar Budi. “Pak Hartono saya sangat heran, jika budi cucu orang kaya mengapa dia bisa berkeliaran dijalanan seperti anak gelandangan. Apakah tidak ada orang di rumah yang mengawasinya sehingga dia keluar dari rumah begitu saja atau ini merupakan kasus penculikan anak?”. Aku bertanya seperti pihak kepolisian yang sedang mengintrogasi seorang korban dalam sebuah kasus. Kakek itu tidak tahu mengapa Budi bisa keluar rumah lepas dari pengawasan orang yang berada rumah. Ketika kejadian itu terjadi pak Hartono sedang berada di luar negeri bertemu kliennya yang akan diajak bekerjasama untuk menanamkan saham di perusahaannya. Sang kakek sudah sekitar lima hari meninggalkan cucunya di rumah bersama paman dan tantenya serta beberapa pembantu rumah. Sedangkan orangtua Budi memang benar seperti yang dikatakan Budi sejak pertama kami bertemu bahwa orangtuanya telah tiada.
            Orangtua Budi meninggal dalam sebuah tragedi kecelakaan pesawat yang jatuh di pemukiman padat penduduk di kota Medan yang juga merenggut nyawa gubernur Sumatra Utara yang menjabat pada waktu itu. “ketika orangtua Budi ingin kembali ke Jakarta setelah selesai melakukan kerjasama dengan sahabatnya di Medan mengenai bisnis perusahaan mereka, orangtua Budi memilih pesawat yang akhirnya menjadi pesawat maut yang merenggut nyawa mereka”. Sungguh kejadian yang tidak dapat diduga, kakek itu menghapus air matanya dan menarik nafas dengan dalam dan kemudian mengeluarkannya perlahan. Cerita yang menimpa orangtua Budi dilanjutkan kembali.
            ”Rasa duka yang telah mengampiri kami pada waktu itu belum berakhir begitu saja. Setelah mendengar kecelakaan pesawat yang terjadi di Medan kakek beserta beberapa anggota keluarga secepatnya terbang ke Medan untuk mengambil jenazah orangtua Budi. Setelah sampai di rumah sakit Adam Malik kota Medan, rumah sakit terdekat dari lokasi jatuhnya pesawat, kami sangat sulit menemukan jenazah orangtua Budi. Banyak jenazah yang tidak teridentifikasi karena kondisinya yang rusak parah akibat terbakar di dalam pesawat. Sangat lama kami mencari jenazah orangtua Budi, satu persatu jenazah yang telah ditutupi kain panjang kami buka untuk mengenali jenazah orangtua Budi. Di tengah kondisi yang penuh isak tangis, pada saat itu kakek melihat banyak keluarga korban yang menangis histeris dan berpingsanan ketika menemukan jenazah anggota keluarganya, serta banyak juga yang kakek lihat keluarga yang hampir berputus asa karena belum menemukan satu pun jenazah keluarganya. Kakek sampai pada jenazah terakhir yang belum kakek lihat, kubuka perlahan kain putih yang menutupi jenazah, kulihat sesakma cirri-ciri jenazah apakah mirip dengan ciri-ciri orangtua Budi. Air mataku meleleh melihat cincin yang di kenakan jenazah ini, cincin yang di pakai merupakan cincin pernikahan anak perempuanku yang merupakan ibu Budi dan cirri-cirinya mirip dengan ibunya Budi. Akhirnya jenazah Ibu Budi telah di temukan namun jenazah ayahnya tidak kami temukan setelah pencarian beberapa hari yang tidak membuahkan hasil, tidak ada jenazah yang dapat mengidentifikasi ciri-ciri ayahnya Budi”. Di akhir ceritanya kakek itu mengatakan,” aku telah dapat menerima semua takdir  yang Allah berikan kepada keluarga kami karena sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada Allah kita berpulang [7]. Kata-kata yang tegar yang dapat menguatkan iman. Aku yakin tidak banyak kakek yang usianya telah mencapai kepala enam  lebih dapat sekuat pak Hartono, mungkin yang lain ketika berada dalam kondisi yang sama dengan pak Hartono telah meninggal terlebih dahulu ketika mendengar langsung ke dua anaknya tewas karena kecelakaan dan belum sempat lagi untuk mencari jenazah anaknya. Mereka meninggal terkejut karena terkena sebuah serangan jantung yang membuat pembuluh darah menyempit sehingga peredaran darah menuju ke jantung menjadi terhambat.
            Sebuah kisah yang sangat mengharukan telah dibongkar kembali dari memori tua seorang bapak Hartono yang menjelaskan keyatiman Budi. “Yang telah meninggalkan kita lebih dahulu biarlah mereka menjadi pelajaran bagi kita manusia yang masih hidup di bumi ini, bahwa maut dapat datang kapan saja dan tinggal kitalah yang menentukan bagaimana kita mati nantinya apakah dalam keadaan baik atau buruk”, pesan terakhir dari bapak Hartono dan kemudian beliau mengucapkan terima kasih  dengan memberikan imbalan kepada kami karena telah menolong cucunya. Tetapi dengan berat hati kami menolak menerimanya karena kami menolong Budi karena merupakan takdir Allah yang mempertemukan kami dengan Budi dan siapa yang melepaskan dan melonggarkan orang muslim dari suatu kesusahan dari berbagai kesusahan di dunia maka Allah akan melepaskan dari dirinya kesusahan di dunia dan akhirat selama hambaNya itu mau menolong saudaranya[8].
Jadi cukuplah bagi kami imbalan yang telah di janjikan Allah kepada orang yang menolong saudaranya.
            Tetapi kakek itu tetap ingin berterima kasih dengan kami dan dia telah menemukan caranya dengan menawarkan dirinya menjadi donator tetap bagi panti asuhan Ikhlas yang akan mengirimkan sumbangan setiap bulan ke panti asuhan Ikhlas. Ide yang sedikit pun tidak terlintas dipikiran kami, sungguh pemikiran seorang pengusaha yang dermawan. Syukur allhamdulillah ternyata kakek ini perduli dengan ana-anak yatim.
            Malam semakin larut. Pak Hartono, Budi beserta beberapa anggota yang dibawa berpamitan mengucapkan terima kasih kepada kami dan tidak lupa beliau memberikan kartu namanya kepada kami untuk menjaga-jaga jika suatu saat beliau atau kami membutuhkan sebuah pertolongan. Mengenai kasus Budi akan diusut tuntas oleh pihak kepolisian agar mendapat titik terang mengapa Budi bisa keluar dari rumah dan berkeliaran dijalanan yang dapat membahayakan nyawanya.
***
  7. Al Baqarah:156
  8. Kutipan H.R. Muslim
      

6. Tiga Sahabat Sejati
Hawa dingin terus bergejolak menampakkan keganasan udara malam kota Jakarta. Suasana tengah malamnya sangatlah bebeda dengan keadaan siang harinya yang sangat panas dan menyengat. Malam indah dengan pemandangan langit cerah yang bertabur bintang di tengah tingginya para pencakar langit ciptaan manusia, sebenarnya jika dihayati dengan dalam akan terasa sebagai ciptaan Tuhan yang sangat menakjubkan. Sang bulan yang berteman akrab dengan para bintang bersama menerangi langit malam dengan rukun.
Rasa lelah menghadapi berbagai kejutan pada hari ini sangatlah menambah hiasan cerita hidupku yang tidak akan terlupakan. Tenaga yang telah terkuras haruslah segera diistirahatkan agar tidak mengundang penyakit. Perjalanan pulang dilkukan dengan menggunakan taksi agar lebih nyaman dan cepat. Jam 2 pagi kami sampai di rumah dengan sangat lelah,” assalamualaikum tok tok tok” aku mengetuk pintu rumah tetapi belum ada yang membuka. Kucoba berulang kali hingga akhirnya pintu tersebut dibuka oleh salah satu penghuni kos ini.
 “Lho mas Azhar dan mas Fahmi kenapa baru pulang?”.
 “Iya Rud ada masalah sedikit tadi di luar”.
Kami langsung menuju ke kamar masing-masing karena kelelahan dan tidak ingin membicarakan hal sebenarnya kepada Rudi karena menunggu waktu yang tepat.
            Orang yang baru saja membuka pintu untuk kami adalah Rudi salah satu sahabat sejatiku. Dia adalah mahasiswa semester empat fakultas ekonomi di universitas yang sama denganku dan merupakan angkatan di bawah Fahmi. Rumah kos ini terdiri dari empat kamar tidur yang lumayan nyaman, sebuah kamar mandi yang cukup lebar, sebuah ruang makan yang digabungkan dengan dapur dan sebuah ruangan televisi yang bersebelahan dengan ruang tamu. Rumah kos ini memang lumayan besar dan tempatnya sangat  strategis karena dekat dengan berbagai fasilitas, seperti: mushalla, kampus,  pusat perbelanjaan dan beberapa toko yang menyediakan barang serba lengkap.Kami seharusnya mengeluarkan uang cukup banyak untuk menyewa rumah kos ini tetapi kami masih beruntung mempunyai sahabat sejati yang menolong kami karena dia merupakan sepupu ibu Aisyah pemilik rumah kos ini. Jadi dengan adanya Taufik biaya sewa untuk rumah kos ini jadi dapat lebih murah. Taufik adalah sahabat sejatiku juga, dia adalah mahasiswa yang mengambil jurusan yang sama denganku tetapi dia melakukan pembelajaran praktek di rumah sakit yang berbeda denganku.
            Saat kejadian tadi sore mereka semua sedang tidak ada di rumah dan kehebohan mengenai Budi hanya aku dan Fahmi yang mengetahuinya. Fahmi, Taufik dan Rudi mereka bertiga adalah sahabat sejatiku yang tinggal bersamaku di rumah kos ini. Tidak ada perbedaan pertemanan dari mereka selain lama waktu kami menjadi bersahabat.
            Aku mengenal dan bersahabat dengan Rudi ketika kedatangannya ke tempat kos ini dua tahun yang lalu. Taufik aku mengenalnya lebih lama dari aku mengenal Rudi, yaitu ketika aku baru masuk menjadi mahasiswa kedokteran di tahun ajaran baru. Disanalah awal mula kami berkenalan dan berteman sampai sekarang. Sedangkan Fahmi aku mengenalnya lebih lama daripada aku mengenal Rudi dan Taufik. Aku mengenal Fahmi semenjak aku kanak-kanak di Bandung, dia adalah teman sepermainanku semasa aku kecil tetapi kami berpisah ketika kami telah lulus dari SMA. Pengambilan universitas berbeda yang membuat kami terpisah. Fahmi mengambil universitas di Yogyakarta mengikut jejak kakaknya. Sedangkan aku mengambil universitas di Jakarta untuk menambah pengalaman kemandirian. Saat itulah kami pernah berpisah sangat lama yaitu sekitar dua tahunan. Tetapi Allah mentakdirkan kami untuk bertemu kembali. Di tempat kos inilah pada saat itu Fahmi datang bersamaan dengan Rudi ketika mencari tempat kos.
            Jadi mereka semua telah menjadi sahabat sejatiku seiring berjalannya waktu dan sekarang mereka sudah kuanggap lebih dari sekedar sahabat, mereka telah menjadi keluarga bagiku. Di rumah kos inilah susah senang kami lalui bersama seperti keluarga yang saling memberi semangat dan pertolongan jika ada anggota keluarga yang membutuhkan.
            Mengingat dan mengenang sedikit dari banyak kenangan yang telah kami torehkan di rumah kos ini sangatlah dapat memotivasi diriku untuk mempererat hubungan persaudaraan kami dan kenangan ini akan sangat membekas di dalam pikiranku jika nantinya kami akan berpisah meninggalkan rumah kos ini.
            Aku tertidur dalam keadaan tubuh telah di balut oleh air wudu` yang suci. Berbagai amalan berupa membacakan ayat-ayat suci Al Quran sebelum tidur telah aku bacakan. Dari surat Al Fatiha,  Al Ikhlas, Al Falaq, An Nas, tahmid, tasbih, tahlil serta salawat kepada baginda rasul Muhammad telah aku lantunkan.
***
            Kring… kring… kring… suara alarm jam yang telah aku pasang berteriak keras ditelingaku pukul tiga pagi. Tidak sanggup aku menahan kebisingan yang terjadi karena ulahku sendiri. Tanganku meraba mencari jam yang kuletakkan di dekat bantal tidurku. Dapat ! langsung kumatikan dan aku dapat tidur kembali dengan nyenyak mengejar mimpiku yang sempat hilang.
            Allahumma shalli `ala Muhammad ya rabbi…, lantunan salawat kelompok nasyid Malaysia berdendang keras di telingaku . “Astaghfirullah”, aku terbangun kembali dari tidurku. Hampir saja aku kehilangan shalat tahujjudku dan kejadian di hari-hari yang telah lalu hampir terulang kembali. Tetapi untuk kali ini aku sudah mensiasati telepon genggamku menjadi alarmku yang kedua agar aku tidak kehilangan shalat tahajjud yang paling ampuh aku gunakan untuk bermunajat kepada Allah. Hampir satu jam telah kulalui untuk melaksanakan shalat tahajjud dan duduk di atas sajadah berdoa, meminta pertolongan Allah, menangis memohon ampun kepada Allah atas dosa dunia yang telah aku lakukan.
            Tidak lama setelah aku melaksanakan shalat tahajjud takbir keagungan lafadz-lafadz Allah terdengar dari mushalla di dekat rumah kos. Suara yang sangat merdu, suara yang meresap dalam ke  qalbu hati para pendengarnya, memanggil untuk mengajak para pendengarnya untuk melaksanakan shalat subuh. Tetapi tidak sedikit para pendengarnya yang mempunyai hati segersang tanah tandus yang tidak dituruni hujan karena kemaraunya. Orang muslim yang menganggap panggilan Allah yang suci adalah hanya angina lalu saja. Naujubillahiminjalik, semoga aku tidak termasuk kepada orang-orang yang sesat.
            Subuh hari ini seluruh anggota keluarga semuanya lengkap, tidak seperti subuh yang lalu hanya ada aku dan Fahmi saja yang berada di rumah. Aku, Fahmi, Taufik dan Rudi sudah siap untuk shalat subuh berjamaah dan kami langsung menuju ke mushalla. “Assalamualaikum”, aku menyapa nadzir mushalla yang baru saja menggetarkan suasana subuh pagi ini dengan suara merdunya. Beliau adalah adalah pak Ali, seorang ustadz besar di daerah ini, rumah beliau bersebelahan dengan mushalla tempat kami akan melaksanakan shalat subuh berjamaah. Walaupun beliau seorang ustadz besar, pak Ali selalu rajin membersihkan mushalla yang berada disamping rumahnya di tengah jadwalnya yang padat. Dan aku dengar dari masyarakat ustadz Ali telah mendapatkan gelar doktor di universitas Turki.
            Shalat subuh berjamaah dilakukan dan sebagai pemimpin jamaah adalah ustadz Ali. Kami benar-benar larut dalam suasana shalat subuh hari ini. Suara ustadz Ali yang indah ketika membacakan ayat-ayat suci Al Quran sangat menyentuh jiwa seperti embun sejuk yang jatuh membasahi hati manusia yang gersang. Dan sesungguhnya shalat subuh disaksikan oleh para malaikat[9].
***
  9. Al Isra`: 78


7. Kunci Kesuksesan
            Perlahan tapi pasti gelapnya subuh ditelan oleh cahaya sang surya. Titik-titik embun berkumpul, berloncat-loncatan dari satu daun ke satu daun lainnya mengikuti naluri alaminya untuk mencapai tanah. Pagi ini aku harus kembali ke kampus. Kemarin adalah adalah hari terakhirku melakukan pembelajaran praktik di rumah sakit. Semua penghuni rumah kos akan serentak pergi pagi hari ke kampus. Aku berjalan dari tempat kos untuk menuju ke kampus yang berjarak sekitar setengah kilometer. Perjalanan pagi yang membuat kaki dan tubuhku sehat. Aku selalu melakukan perjalanan kaki menuju ke kampus karena jaraknya yang dekat dan hal ini dapat menyehatkan badan serta menyegarkan badan ketika aku akan belajar di kampus nantinya. Kawasan kampus telah kumasuki, hanya beberapa orang saja yang telah tampak datang dan jumlah mereka pun dapat dihitung dengan jari. Kuteruskan langkahku menuju ruangan belajarku, sampai dilorong yang menghubungkan kelas belajar aku menyempatkan membaca tulisan-tulisan karya anak kampus di majalah dinding. Kubaca sebuah kutipan puisi karya seorang mahasiswi kampus ini.
Berikan Aku Surga-Mu !
            Surga….
            Apakah itu surga ???
            Yang aku tahu surga tempat terindah yang tidak dimiliki bumi
            Aku ingin surga !
            Berikan aku surga-Mu !
            Bagaimana aku mendapatkan surga ???
            Yang aku tahu surga hanya untuk pengikut Muhammad yang setia dan takwa kepada Allah
            Aku ingin surga
            Tapi syetan telah menjadi sahabatku
            Aku ingin surga
            Tapi dosa telah menjadi makananku
            Aku ingin surga
            Namun neraka telah menungguku
            Ya Allah, apakah aku layak mendapatkan surga???
            Tunjukanlah jalannya kepadaku
            Berikan aku surga-Mu !

            Sebuah puisi unik dan menarik, kata-kata yang sederhana tetapi memiliki pengertian yang sangat mendalam, sulit dijelaskan dalam beberapa kalimat saja. Hanya jiwa-jiwa yang merindukan keharuman surgalah yang dapat menghayati dan meresapi puisi yang memiliki arti mendalam ini. Sebuah puisi untuk konsumsi rohaniku  harus kutinggalkan. Kulihat disampingnya ada sebuah informasi yang bagiku dan para mahasiswa sangat penting. Informasi mengenai pelaksanaan ujian untuk para mahasiswa. Ujian akan dilaksanakan dalam beberapa minggu lagi, gerbang kelulusan terbuka lebar jika aku dapat melaksanakan ujian dengan baik. Kutinggalkan karya-karya dan beberapa informasi yang tertempel di sebuah dinding yang tertutup kaca. Kulanjutkan kembali langkahku menuju keruangan kelas. Tiga jam telah kulalui mengikuti materi pelajaran yang disampaikan oleh  dokter Ardiansyah.
            Di akhir materinya tidak lupa dia menyampaikan pesan yang berhubungan dengan ujian kelulusan.”Kunci kesuksesan ialah ikhtiar dan doa”, hanya itulah inti yang dapat kupetik dari pesan yang beliau sampaikan panjang lebar. Aku percaya dengan apa yang dikatakan dokter Ardiansyah karena ikhtiar atau kerja keras yang kita lakukan secara maksimal dan diiringi dengan doa maka peluang kesuksesan akan lebih besar. Sebab setelah ikhtiar yang dapat kita lakukan hanyalah menyerahkan semua usaha kita kepada Allah dengan doa karena Allah jualah yang menentukan kesuksesan manusia. Dan hal ini lebih baik daripada hanya berikhtiar tanpa doa atau hanya berdoa tanpa ikhtiar. 
            Jam 2 siang aku kembali kembali kerumah, kata-kata dari doter Ardiansyah masih jelas terdengar di telingaku. Ucapannya dapat membangkitkan semangat para pendengarnya. Jika dipikir-pikir dokter Ardiansyah dapat aku sejajarkan dengan bung Karno ketika berpidato di depan khalayak ramai yang dapat mempengaruhi pendengarnya.
            Waktu zuhur telah masuk. Setelah aku selesai sujud di hadapan Allah dengan tenang, aku beristirahat sejenak dan kemudian aku langsung mengambil buku-buku yang diperlukan untuk kubaca dalam persiapan menghadapi ujian yang sudah di depan mata. Targetku dalam dua minggu ini aku harus dapat menguasai sepenuhnya materi ujian yang telah kupersiapkan beberapa bulan sebelumnya. Bulan sebelumnya aku telah mempersiapkan dan mempelajari marteri-materi prediksi ujian yang kemungkinan akan masuk dalam ujian nantinya, tetapi belum semua materi kukuasai sehingga dalam dua minggu ini semua materi yang belum kukuasai harus kutuntaskan.
             “Assalamualaikum “, terdengar suara Taufik sudah pulang dan tidak lama kemudian Fahmi dan Rudi satu persatu menyusul pulang. Wajah lelah terlukiskan dari raut muka mereka, tidak satu pun dari mereka yang keluar kamar setelah mereka berpulangan dari kampus. Mungkin mereka lebih memilih beraktifitas di dalam kamar. “Tok tok tok”, pintu kamar Fahmi kuketuk “siapa”, tanya Taufik dari dalam kamarnya “Azhar”, jawabku. Taufik mempersilahkanku masuk , ternyata Fahmi sedang membaca salah satu buku yang telah aku baca untuk persiapan menghadapi ujian yang sudah dekat. Kamar Fahmi sekarang yang kuketuk dan dia langsung mempersilakan aku masuk. Fahmi sedang merangkum materi yang akan dipersiapkan untuk menghadapi ujian ekonominya. Kamar Rudi adalah kamar terakhir yang kudatangi, kamarnya terkunci, kuketuk daun pintu kamarnya beberapakali namun tidak ada jawaban darinya, mungkin Rudi sedang shalat atau istirahat jadi aku tidak ingin mengganggunya. Kutinggalkan kamar Rudi menuju kekmarku untuk membaca kembali buku-buku yang kutaruh di tempat tidur. Mereka semua memang mahasiswa yang benar-benar bersungguh- sungguh memanfaatkan kesanggupan orangtuanya yang menyekolahkan mereka setinggi mungkin untuk meraih cita-cita mereka. Usaha keras dan doa yang selama ini mereka lakukan sungguh membanggakan karena setiap semester mereka menjadi yang terbaik di fakultas mereka masing-masing.
***



8. Syukuran
            Hari yang di tunggu telah tiba, ujian pertama akan kami hadapi. Diriku sangat tenang dalam menghadapi ujian pertama. Sungguh seperti kata pepatah yang menyatakan siapa yang menanam dia jualah yang memetik. Allhamdulillah ujian pertama yang aku hadapi berjalan sangat lancar, semoga hal ini juga dirasakan oleh semua sahabatku karena mereka semua telah bekerja keras selama berminggu-minggu tiada hari tanpa belajar dimanapun mereka pasti mereka membaca buku. Pagi, siang, malam dan ketika ketika orang masih lelap dalam tidurnya memimpikan surga dunia, mereka telah terjaga untuk belajar dan memohon ampun kepada Allah. Dan benar setelah pulang mereka bercerita bahwa ujian pertama yang mereka hadapi tidak terlalu sulit karena materi yang telah mereka pelajari hampir 90% masuk ke soal ujian.
            Hari demi hari telah kami lalui, ujian pertama hingga ujian terakhir telah kami hadapi. Usaha keras dan doa yang selama ini telah aku curahkan sangat terasa tidak ada satu pun yang sia-sia. Semua ujian dapat kulewati tanpa ada hambatan. Ucapan syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah mempermudahku menghadapi ujian pertama hingga terakhir harus aku realisasikan dengan membagikan kebahagiaanku dengan orang lain. Semua anggota keluarga telah pulang kerumah, terlihat beban yang mereka bawa telah hilang, wajah mereka semua tampak senang, segar dan ceria. Aku dapat menduga dari isyarat wajah yang mereka bawa mereka merasakan hal yang sama denganku.
            Saat ini semuanya telah berkumpul di ruang televisi, selagi suasana masih dalam keadaan yang bahagia aku mengeluarkan ideku di saat-saat yang tepat seperti ini.
            “ Teman-teman aku tahu kita semua sekarang dalam keadaan bahagia, jadi bagaimana jika kita
              membagikan kebahagiaan kita ini dengan orang lain?”.
            “Boleh juga idemu Har”, Taufik mendukung ideku.
            “Dengan siapa yang paling tepat kebahagiaan yang kita rasakan ini kita bagi?”, Rudi ikut
              mengeluarkan juga suara.
            “Jika kalian meminta ideku, aku akan membagikan kebahagiaan kita dengan anak-anak panti
             asuhan Ikhlas”, jawabku ringan.
            Kemudian Fahmi yang dari tadi hanya diam mendengarkan perbincangan kami akhirnya angkat bicara.” Teman-teman menurut aku, jika kita mengadakan syukuran mengenai kemudahan yang di berikan Allah saat kita ujian lebih baik kita merayakannya hanya sesama kita saja. Dan jika nantinya kita benar-benar telah lulus baru kita membagi nikmat kebahagiaan ini dengan mengadakan syukuran besar-besaran bersama anak panti asuhan Ikhlas, bagaimana?”. Semua terdiam sejenak memikirkan ide yang diberikan Fahmi. Setelah dipertimbangkan dengan matang akhirnya kami semua memutuskan untuk mengikuti ide yang dikeluarkan Fahmi. Tiba-tiba Rudi mengeluarkan sebuah ide lagi.” Jadi bagaimana kalau kita merayakan syukuran hari ini dengan makan malam di sebuah restaurant yang mewah?”, Rudi bertanya. Tanpa berfikir lama ide Rudi langsung dapat kami terima dengan baik.
            Malam hari pun tiba, semua telah bersiap-siap untuk berangkat seusai shalat isya. Setelah kami melaksanakan shalat isya berjamaah, langit hitam tiba-tiba menutupi langit cerah pada malam itu dan kemudian menurunkan hujannya yang lebat. Rencana matang yang sudah di depan mata akhirnya gagal kami laksanakan karena sepertinya hujan akan reda tengah malam nanti. Ada rasa kecewa karena tidak jadi melaksanakan perayaan makan malam di sebuah restaurant yang s mewah namun manusia memang hanya bisa berencana dan akhirnya Allah jualah yang memutuskan.
            Pasti ada hikmah atas kejadian pada malam ini. Kami tersadar mungkin Allah menurunkan hujan lebat untuk menegur kami agar tidak melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan yang menjurus kepada pemborosan. Karena rencana kami ingin makan direstaurant yang mewah adalah suatu pemborosan yang hampir saja kami lupakan. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syetan dan syetan itu sangat ingkar kepada Tuhannya[10]. Astaghfirullah hampir saja kami melakukan pemborosan dengan dalih ingin mengadakan syukuran. Memang syetan selalu merayu manusia dengan cara yang tidak kita sadari, terkadang hal yang kita anggap baik ternyata di balik itu semua adalah godaan dan rayuan syetan.

                Acara syukuran yang direncanakan akan dilaksanakan pada malam hari ini batal dilaksanakan, tetapi acara syukuran yang akan dilaksanakan untuk anak-anak yatim panti asuhan Ikhlas haruslah tetap di laksanakan setelah kami lulus-lulusan karena ini semua menjadi nadzar atau janji kami kepada Allah jika kami telah lulus atau naik tingkat.
            Sebagai ganti acara syukuran pada malam ini kami memasak daging ayam yang telah di simpan di lemari pendingin, daging ayam kami olah menjadi ayam goreng yang renyah dan jika digigit akan berbunyi kriuk kriuk. Syukuran akan berlangsung sederhana tetapi tidak terlepas dari maksud utamanya yaitu berterima kasih atas nikmat yang diberikan Allah. Semua peralatan makan dan hidangan makanan telah terhidang di atas meja makan, semua anggota keluarga juga telah berkumpul. Sebelum memulai acara makan aku diminta untuk memimpin doa mengucapkan syukur kami kepada Allah, doa kumulai dengan membacakan basmala dan kemudian kulanjutkan dengan doa memohon agar tetap pandai bersyukur kepada Allah, pandai beramal shaleh serta termasuk golongan hamba Allah yang shaleh.
Ya Allah, berilah kami ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugrahkan kepada kami dan kepada kedua ibu bapak kami dan untuk mengerjakan amal shaleh yang engkau ridhai; dan masukkanlah kami dengan rahmat-Mu ke dalam golongan amba-hamba-Mu[11].
***

 10. Al Isra`: 27
 11. An Naml: 19


9. Hari Kemenangan
            Ya Allah, telah Engkau turunkan ayat-ayat indah-Mu melalui perantara Jibril untuk Kau berikan kepada Muhammad SAW dengan berbagai cara. Kau takdirkan ayat-ayat indah-Mu untuk dibukukan oleh sahabat Muhammad. Umar. Sekarang ayat-ayat indah-Mu yang merupakan ucapan-Mu sudah berada di tanganku dan telah di baca oleh jutaan umat setiap hari. Di sepertiga akhir malam ini dengan adanya ayat-Mu jualah aku sujud dan berdiri menghadap-Mu memohon ampun kepada-Mu
            Waminallaili fatahajjad bihi nafilatallaka ngasaayyabngasaka rabbuka makamammahmuda. Dan pada sebahagian malam hari shallat thajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ketempat yang terpuji [12].
            “Ya Allah kupanjatkan doa ini kepada-Mu. Demi cinta-Mu kepadaku yang telah membangunkanku dari tidur lelapku untuk menyembah-Mu di sepertiga malam. Maka kasihanlah aku dengan mengabulkan doaku. Ya Allah doa ini merupakan permohonan terakhir untuk kelulusanku esok. Di tangan-Mulah akhir dari penetuan atas kerja keras yang telah aku lakukan selama ini. Kabulkanlah permohonan hamba-Mu ini. Luluskanlah hamba ya Allah”. Air mata tidak dapat kubendung untuk meminta, memohon dan menyembah kepada Allah sang pencipta alam semesta yang Maha pemurah lagi Maha penyayang.
            Subuh ini seakan terasa sangat lama menunggu, menanti dan melihat apakah sebuah nama yang bertuliskan Muhammad Azhar dinyatakan lulus sebagai yang terbaik tahun ini atau tidak. Setiap detik jarum jam yang bergerak semakin membuat diriku gelisah menunggu hasil akhir belajarku selama ini. Hanya dua kemungkinan yang akan aku dapat yaitu lulus atau tidak lulus. Tetapi dua kemungkinan inilah yang membuat diriku selalu tidak tenang untuk menjalankan aktifitasku dalam minggu ini. Hal ini selalu membayangi pikiranku. Kadang muncul rasa pesimis di dalam pikiranku yang membayangkan ketidak lulusanku atau sebuah kegagalan berada di depan mataku. Tetapi rasa pesimis-

Itu terlintas dipikiranku hanya sekejap karena pikiran itu luntur bersama datangnya rasa optimis yang tinggi di dalam hati dan pikiranku. Semangat di dalam jwaku yang memantapkan hatiku dan mengingatkan pikiranku atas usaha kerasku selama ini. Aku percaya bahwa aku mampu dengan apa yang telah aku kerjakan. Surat yang akan menyatakan kelulusanku akan berada digenggaman tanganku tidak lama lagi.
            Matahari perlahan mulai memanjat langit biru yang cerah. Pada awal panjatannya matahari mengeluarkan sinarnya yang dapat menyehatkan tubuh manusia. Sungguh penciptaan dengan manfaat yang amat luar biasa. Jam 9 pagi saatnya aku harus berangkat ke kampus untuk mengambil sepucuk surat yang akan menentukan kelulusanku.
            Cara universitas tempat aku menimba ilmu mengumumkan hasil kelulusan memang ada sedikit perbedaan cara dengan universitas lainnya. Jika kebanyakan universitas memilih cara mengumumkan kelulusan lewat penempalan kertas kelulusan di papan pengumuman, universitasku memilih cara memberikan sepucuk surat kepada mahasiswa dan mahasiswinya di setiap ruangan jurusan mereka masing-masing. Jadi cara yang dipilih kampus kami lebih menguntungkan mahasiswa terutama untuk mahasiswinya karena kami tidak akan berdesak-desakan dengan orang yang bukan mahram kami untuk melihat pengumuman yang di tempel di papan pengumuman apakah nama kami tercantum sebagai mahasiswa yang lulus atau tidak. Walaupun yang dipilih universitas kami ini akan memakan biaya yang lebih besar tetapi itu bukan masalah yang besar dibandingkan kenyamanan yang kami peroleh.
            Semua mahasiswa sudah berada diruangan mereka masing-masing. Ini merupakan detik-detik yang paling menegangkan bagiku, tidak pernah kurasakan diriku setegang seperti saat ini. Seorang dosen datang dan tanpa banyak basa-basi beliau langsung memanggil satu per satu nama mahasiswa dan mahasiswi untk membagikan sepucuk surat yang kami nanti. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi telah mendapatkan surat yang memberitahukan nasib kelulusan mereka. Kulihat beberapa mahasiswi berkumpul menangis ketika melihat hasil belajar mereka. Aku tidak tahu maksud tangisan mereka, apakah tangis kebahagiaan atau tangis kesedihan karena ketidak lulusan mereka.
            “Azhar”, kudengar nama kecilku dipanggil dosen yang sudah sangat kenal dekat denganku. Aku bangkit dari bangku dan langsung menuju ke depan ibu Haryani untuk mengambil sepucuk surat yang bertuliskan namaku dari genggaman dosen wanita paruh baya tersebut. Kemudian aku kembali ke bangku yang sempat sebentar kutinggalkan. Belum sempat aku duduk di bangkuku namaku dipanggil kembali oleh dosen yang bergelar dokter tersebut,”Azhar”. Aku kembali akan bertatap muka dengan ibu haryani dengan pertanyaan besar dipikiranku, “ada apa namaku dipanggi kembali?”. Sesampai aku dihadapan beliau aku diperintahkan untuk berdiri sebentar disampingnya karena beliau harus membacakan sepucuk surat lagi yang ditujukan kepada seorang mahasiswi lagi. Nama mahasiswi terakhir telah dipanggil dan kemudian ibu tersebut bangkit dari tempat duduknya dan memberitahukan ada sebuah pengumuman. Ternyata pengumuman tersebut membuat hatiku haru dan bercampur bangga, aku dinobatkan menjadi mahasiswa dengan nilai terbaik dibidangku tahun ini. Tidak sempat kuberkata-kata hanya sujud syukur yang bisa kuberikan untuk mensyukuri nikmat yang dberikan Allah kepadaku, aku lulus dengan nilai sempurna. Ikhtiar dan doa yang selama ini aku lakukan membuahkan hasil yang sangat memuaskan., Allah mendengar semua permintaanku. Jabatan tangan dari sahabat-sahabat sekampus yang langsung berdatangan langsung membuatku tambah bahagia.
            Aku kembali kerumah kos dengan penghargaan telah berada digenggaman tanganku. Saat aku membuka pintu ternyata para sahabatku telah menanti dan menunggu jawaban dariku atas pertanyaan yang berada dipikiran mereka yaitu pertanyaan apakah aku lulus dengan baik atau tidak. Wajah mereka semua tampak cerah dan bahagia yang menandakan mereka lulus dengan hasil yang memuaskan mereka semua. Sebelum aku memberitahukan jawaban atas kelulusanku mereka semua sudah langsung memelukku karena penghargaan yang berada digenggamanku telah tampak di mata mereka terlebih dahulu daripada jawaban kelulusan yang akan kusampaikan.
***



            Sore hari langit merah sudah tampak mekar dari ufuk barat, tidak terasa sudah beberapa bulan aku tidak mengunjungi panti asuhan Ikhlas karena kesibukanku menghadapi ujian. Panti asuhan Ikhlas sekarang sudah tampak lebih megah. Benar perkataan Annisa kemarin siang saat aku menelponnya untuk memastikan acara syukuran yang jadi kami laksanakan sore ini bahwa saat ini penghuni panti asuhan Ikhlas telah bertambah seiring bertambah megah bangunan panti asuhan Ikhlas ini, jadi semua persiapan kami semua  untuk mensukseskan acara syukuran bersama sekitar lima ratus anak miskin yang tidak berayah maupun tidak beribu telah matang.
            Acara akan dimulai setela selesai shalat maghrib dengan tertib acara yang setengah resmi. Acara pertama pembukaan yang akan dibawakan oleh Annisa. Acara kedua sepatah dua patah kata yang akan aku bawakan untuk mewakili sahabat-sahabatku menjelaskan maksud dan tujuan acara ini. Acara ketiga adalah siraman rohani yang dibawakan ole ustadz Zainal yang merupakan guru besar di panti asuhan Ikhlas ini dan sekaligus menutup acara ini dengan doa. Kemudian acara makan malam bersama dilanjutkan selesai shalat isya yang dilanjutkan dengan pembagian beberapa peralatan sekolah kepada lima ratus anak yatim piatu di panti asuhan Ikhlas.Acara sederhana yang sangat singkat tetapi sangat berkesan di hati kami yang memberikan makna berbagi yang sangat mendalam. Kami sangat senang bisa berbagi kebahagiaan dengan anak-anak yang mempunyai senyum ceria walaupun mereka telah kehilangan orangtua yang disayanginya.
            Acara telah selesai kami laksanakan dan saatnya kami bersama anak-anak panti asuhan Ikhlas bergotong royong membersihkan tempat yang telah kami pakai untuk melangsungkan acara. Semua bekerja dengan semangat dan tiba-tiba ada suara salam dan ketukan dari pintu utama,”Assalamualaikum”. “Waalaikumsalam”, hampir serentak kami menjawabnya bersama. Sala satu anak panti asuhan yang sudah remaja ditugaskan Annisa untuk membukakan pintu dan mempersilahkan masuk tamu tersebut. Tidak kami duga ternyata tamu yang datang adalah bapak Hartono kakek dari Budi yang pernah tinggal beberapa hari di panti asuhan Ikhlas ini.
            “Ada gerangan apa yang membawa kakek yang dermawan ini datang langsung ke panti asuhan Ikhlas ini tanpa memberi kabar kepada kami terlebih dahulu”, Tanya Annisa dengan nada perkataannya yang sopan dan lembut. “Jika beliau menelpon Annisa terlebih dahulu sebelum datang ke panti asuhan Ikhlas mungkin beliau akan ikut dalam acara syukuran yang baru saja selesai diadakan”, gumamku dalam hati. Tetapi kakek itu memulai pembicaraan dengan bertanya kepadaku acara apa yang baru kami laksanakan.
            ”Ada apa bersih-bersih, baru mengadakan acara ya Har?”
            “Iya pak, kami baru mengadakan acara syukuran atas kelulusan dan kenaikan tingkat yang
              kami peroleh”
            “ oh bagus itu, mengadakan acara kelulusan dengan hal yang positif dan bermanfaat. Jarang sekarang ada anak muda seperti kalian yang mengadakan acara syukuran seperti ini. Kebanyakan muda-mudi yang kakek lihat sekarang jika sedang berada dalam posisi kalian yaitu dalam posisi yang lagi bahagia, maka mereka juga akan mengadakan acara tetapi acara pesta yang sangat meriah tetapi hanya sedikit bahkan sama sekali tidak mendatangkan manfaat karena nantinya ujung-ujungnya pesta tersebut akan mendatangkan kemaksiatan karena akan banyak muda-mudi yang bukan mahramnya berdua-duaan seperti pasangan yang sudah mendapatkan buku nikah, naujubillahiminjalik. Padahal Allah telah mengingatkan kita janganlah kamu dekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk [13], bapak bangga dengan kegiatan yang telah kalan lakukan”.
            Aku juga diam-diam salut dengan kakek itu karena selain kaya beliau juga cerdas ilmu dunia dan akhirat. Aku katakana beliau cerdas dalam ilmu dunia sudah tidak diragukan lagi karena beliau telah sukses menjadi salah seorang pengusaha terkaya di Indonesia, sedangkan jika beliau dikatakan cerdas ilmu akhirat, beliau sudah menunjukan kehebatannya dalam menjelaskan ayat Al Quran mengenai larangan mendekati zina dengan baik dan yang juga aku ketahui beliau cerdas membelanjakan hartanya di jalan Allah sesuai dengan ajaran Rasul Muhammad. Contohnya sekarang beliau sudah menjadi donator tetap di panti asuhan Ikhlas, ini baru contoh yang aku ketahui dari beliau, mungkin masih banyak kegiatan amal positif yang beliau lakukan di luar sana.
            Kemudian pak Hartono melanjutkan pembicaraannya dan mulai membicarakan tujuan utama kedatangannya di panti asuhan Ikhlas ini,“ hari ini merupakan hari kemenangan bagi kita semua. Aku sangat bahagia seperti kebahagiaan yang kalian rasakan sekarang ini, dan aku akan membagikan kebahagiaanku juga kepada kalian karena kalian semua telah aku anggap sebagai keluarga dan semoga kebahagiaan yang kalian rasakan bertambah”.
            Ternyata beliau menceritakan setelah dalam dua bulan polisi melakukan penyelidikan mengenai hilangnya Budi, kasus Budi terungkap. Budi memang diculik dan pelaku penculikan anak itu yang sangat membuat kami terkejut. Paman Budi adalah otak pelaku penculikan tersebut, dia berdalih ingin menguasai harta warisan pak hartono sepenuhnya dengan menculik Budi. Budi merupakan pewaris tunggal dari harta warisan yang diberikan pak Hartono kepada ibunda Budi anak sulungnya. Sedangkan anak ke-dua pak Hartono adalah istri dari paman Budi yang menjadi otak penculikan. Dan  sebenarnya tante Budi ini juga sudah mendapat jatah warisan namun karena ketamakan pamannya terhadap harta warisan maka Budi jadi korban kerakusan pamannya sendiri.
            Kronologi cerita penculikan Budi diceritakan pak hartono dengan jelas,” rencana jahat paman Budi ternyata sudah dpersiapkan dengan matang dan menunggu waktu yang tepat. Waktu dan kesempatan yang paling tepat datang ketika kakek sedang pergi keluar kota selama lima hari untuk berbisnis. Paman Budi menyuruh seorang pemuda yang berbadan besar untuk membawa Budi sejauh mungkin dari kota ini. Tetapi saat di siang hari mereka hanya baru menempuh beberapa kilometer dari rumah, Budi menangis meminta makan karena dia merasa lapar. Karena takut tangisan Budi akan membuat warga sekitar curiga maka pemuda itu membelikan makanan di sebuah warung nasi dipinggiran jalan. Tidak tahu mengapa Budi terlepas dari tangan dan pantauan pemuda itu saat membeli nasi bungkus. Ternyata  Budi pergi mengkuti anak-anak jalanan yang seusianya sehingga selama beberapa hari Budi ikut tinggal bersama mereka di emperan-emperan toko. Dan akhirnya Budi berjumpa dengan kalian di tengah jalan sedang menangis, saat itu dia tertinggal dari rombongan anak-anak jalanan karena sedang membeli sebatang es. Kemudian dengan inisiatif Budi kalian bawa karena rasa kasihan ke panti asuhan Ikhlas ini”.
             
            “Jadi, bagaimana dengan nasib pamannya sekarang?”, aku bertanya spontan.
            “Sekarang paman Budi sudah menjalani kehidupannya di penjara untuk menebus
            kesalahannya”.
            “Allhamdulillah penjahat memang pantas meringkuk di tahanan”, Rudi  menyambung
pembicaraan.
            “ Bagaimana dengan nasib tante Budi yang ditinggal suaminya di penjara”, Annisa bertanya
sebagai wanita yang perduli akan nasib perempuan.
            “ Tantenya tidak mengetahui rencana keji suaminya dan ketika dia mengunjungi suaminya di
            penjara, paman Budi malah membujuknya untuk mengeluarkannya dan bersama-sama mereka
            akan mengatur rencana untuk menguasai harta warisan kakek. Jadi tantenya sangat terpukul
            karena perilaku tamak suaminya masih belum hilang dan masih ingin berencana berbuat jahat, 
            sehingga tantenya sekarang masih mengatur surat perceraian di KUA karena tidak tampak 
            perubahan yang baik dibawa suaminya”.
Pasti jika paman Budi bertaubat kesalahannya masih dapat dimaafkan oleh keluarga bapak Hartono.
            Suasana yang seharusnya bertambah gembira sejenak sunyi ketika selesai mendengar cerita dari pak Hartono. Tetapi pak Hartono membawa kami untuk tetap gembira karena ini merupakan kemenangan melawan kejahatan yang ditutupi dan akhirnya terbongkar juga berkat pertolongan Allah dan kerja keras polisi. Dan sebelum pulang pak Hartono masih memberikan kami sebuah informasi bahwa kami dan anak-anak panti asuhan Ikhlas diundang untuk menghadiri syukuran sunatan Budi yang akan diadakan hari sabtu besok sehabis shalat zuhur.
            Keesokan harinya kami semua berkumpul di panti asuhan Ikhlas dan bersama pergi ke acara syukuran sunatan Budi yang diadakan pak Hartono.
***
12. Al Isra`: 79
13. Al Isra` :32



10. Aku Menangis Bersama Alam
            Musim penghujan telah tiba, malaikat Mikail dengan seruan Allah melaksanakan tugasnya untuk membuat awan hitam di langit agar lebih sering menangis sehingga matahari yang cerah hanya sesekali menampakan dirinya. Rizki turun di tanah Jawa yang telah tabah melewati musim kemaraunya.
            Tiga bulan telah berlalu setelah kelulusanku, sekarang aku mengabdi di sebuah rumah sakit umum di kota Jakarta. Fahmi juga sudah bekerja sebagai dosen di sebuah universtas fakultas ekonomi. Taufik sekarang mengabdi di sebuah rumah sakit di kota pahlawan Surabaya. Sedangkan Rudi masih harus melanjutkan kuliahnya yang belum berakhir.
            Kamis pagi ini aku tidak berangkat ke rumah sakit untuk bekerja. Aku tidak bekerja bukan karena hujan lebat atau kilat yang turun sejak subuh tadi menghadangku, tetapi memang pada hari ini aku bebas dari jadwal tugas. Mataku terus melihat keluar jendela memandangi hujan lebat yang belum juga reda. Hujan lebat seperti ini selalu mengingatkan aku akan banjir yang terjadi setiap awal tahun yang melanda ibu kota Jakarta. Sudah hampir setiap tahun bencana banjir di kota Jakarta terus terulang, sepertinya masyarakat dan pemerintah Jakarta belum banyak yang sadar akan bahaya setiap tahun yang menimpa mereka. Bagaimana mereka mau sadar akan bahaya banjir, sedangkan lingkungan tempat tinggal mereka sendiri saja belum bisa mereka jaga.
            Masalah utama yang setiap tahun menyebabkan banjir di ibu kota adalah sampah yang belum dapat dikelola dengan baik sehingga banyak masyarakat yang membuang sampah di sungai atau di selokan-selokan dekat rumah mereka. Masalah yang kedua adalah daerah resapan air yang banyak dialih fungsikan menjadi gedung-gedung pusat perbelanjaan dan perumahan elit yang akibatnya akan menghalangi jalan air untuk meresap ke tanah. Hal ini dilakukan oleh berbagai kelompok hanya untuk meraup keuntungan pribadi semata.
            Dua faktor utama inilah yang paling dominan menyebabkan ibu kota Jakarta selalu dilanda banjir setiap tahun. Memang masih banyak masyarakat dan pemerintah yang belum sadar dan belum banyak belajar akan bahaya yang mereka timbulkan sendiri. Sehingga diperlukan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat untuk bergotong royong menyelesaikan permasalahan bersama ini.
            “Ah, mengapa pikiranku lari ke masalah banjir”. Semoga kejadian yang terjadi tahun lalu tidak terulang kembali. Tahun ini usiaku hampir menginjak 26 tahun dan tentu saja aku hampir memasuki usia kepala tiga. Mulai hari ini aku harus bertekad untuk mencari pasangan hidup yang akan mendampingiku dikala senang maupun susah. Tetapi hanya sedikit wanita yang aku kenal berakhlak baik dan mulia. Wanita yang selalu kuidam-idamkan adalah wanita yang seperti Annisa, wanita yang berwajah cantik dan berhati mulia. Dan hanya Annisalah wanita yang aku rasa cocok untuk menjadi pendamping hidupku karena aku tidak pernah mengenal wanita yang bukan mahram selain dia.
            Untuk mendapatkan Annisa aku harus langsung melamar ke wali terdekatnya. Sekarang Annisa telah hidup sebatang kara, wali Annisa yang aku kenal adalah Ustadz Zainal yang mengisi ceramah pada acara syukuran kami pada waktu itu. Aku dengar langsung cerita dari Annisa bahwa sejak kecil dia telah diasuh oleh keluarga ustadz Zainal yang sekaligus merupakan kepala panti asuhan Ikhlas ini sehingga satu-satunya keluarga yang ia kenal adalah keluarga ustadz Zainal. Pada hari ini dimana hujan turun dengan lebatnya dan petir bergemuruh dengan kerasnya aku menetapkan rencana, besok aku akan pergi ke panti asuhan Ikhlas untuk mencoba melamar Annisa.
***
            Keesokan harinya dengan niat kumantapkan rencanaku menemui ustadz Zainal untuk melamar Annisa. Tidak ada seorang sahabat pun yang kukabari akan hal ini baik Fahmi maupun Rudi yang sekarang masih tinggal bersamaku di rumah kos. Awan mendung mengiringi perjalananku ke panti asuhan Ikhlas. Dua jam perjalanan telah aku tempuh melewati kota tersibuk di Indonesia, rintik-rintik hujan telah jatuh menetes di atas kepalaku saat aku tiba di gerbang pintu panti asuhan Ikhlas. Suasana sangat sepi tidak ada satu orang pun yang tertangkap pandangan mataku berada di luar gedung panti asuhan. Kuketukan gembok besi gerbang pintu utama panti asuhan Ikhlas sambil mengucapkan salam,”assalamualaikum”. Kemudian terlihat seorang anak panti asuhan keluar dari sebuah ruangan dan menuju ke gerbang tempat aku berdiri. Anak yang sudah mengenal aku itu langsung membukakan gerbang untukku. Setelah kujelaskan maksud kedatanganku ke panti asuhan Ikhlas ini untuk menjumpai ustadz Zainal maka anak itu mengantarkanku keruangan tempat ustadz Zainal bekerja. Aku sampai di depan pintu kepala pengurus panti asuhan Ikhlas. “Assalamualaikum”, sambil kuketuk pelan pintu kantor berwarna coklat tua tersebut. Tetapi masih ada rasa keraguan yang menyusup dihatiku ketika aku mengetuk pintu wali wanita yang akan kulamar.
            Rintik-rintik hujan yang tadinya jatuh saat aku baru tiba di gerbang panti asuhan Ikhlas kini telah berubah menjadi hujan yang sangat lebat dan disertai dengan sambaran kilatan-kilatan cahaya petir.”Waalaikumsalam, silahkan masuk”, terdengar suara ustadz Zainal dari dalam ruangan kantor. Kubuka perlahan pintu yang berwarna coklat tua tersebut dan tampaklah wajah ustadz Zainal tersenyum kepadaku. Suasana di dalam ruangan yang membawa kehangatan sangatlah berbeda dengan suasana dingin dan basah di luar sana.
            Sepertinya tangis awan hitam di langit semakin menjadi-jadi, hujan turun semakin lebat dan suara gemuruh petir silih berganti memekakan telinga pendengarnya. Kuulurkan tanganku menjabat uluran tangan yang diberikan ustadz Zainal sebelum beliau mempersilahkan aku duduk.
            “Ada perlu apa nak Azhar datang menemui saya?”, tanya ustadz Zainal dengan sopan.
“Ada beberapa tujuan yang membawa saya datang menemui ustadz. Tujuan saya yang pertama adalah ingin mempererat hubungan silaturahmi saya dengan ustadz”.
Alasan pertama ini kuungkapkan secara spontan karena aku pernah mendengar sabda Rasulullah SAW dalam sebuah khutbah jumat yang dibawakan seorang khatib mengenai silaturahmi yang berbunyi barang siapa suka diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia menyambung silaturahmi [14]. Pembicaraan kulanjutkan kembali dengan mengungkapkan alasan yang kedua.“Dan yang kedua saya datang menemui ustadz karena saya khusus ingin membicarakan hal pribadi saya dengan ustadz mengenai lamaran saya kepada putri angkat ustadz, tepatnya saya ingin melamar putri ustadz”.

            Aku sangat gugup, dalam suasana yang dingin aku masih bisa mengeluarkan keringat. Ustadz Zainal belum memberikan tanggapannya, beliau diam seribu bahasa dan terlihat dari raut wajahnya beliau sangat terkejut mendengar lamaranku. Suasana terasa hening, jantungku berdegup kencang menunggu tanggapan dari ustadz Zainal. Akhirnya ustadz Zainal membuka mulutnya yang sempat tertutup.
            ”Benarkah kamu ingin melamar Annisa putri angkatku nak Azhar?”
            “Iya benar ustadz”
            “Ustadz tanya sekali lagi apakah kau benar-benar yakin ingin melamar Annisa?”
            “Saya yakin ustadz”
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Annisa telah dilamar oleh sahabat dekatmu sendiri”
“Maksud ustadz?”
“Annisa telah dilamar oleh Fahmi teman satu rumah kosmu. Maaf Har kamu tidak boleh melamar wanita yang sudah terlebih dahulu dilamar pria lain dan tiga hari lagi Annisa akan menjawab lamaran dari Fahmi”.
Mendengar perkataan ustadz Zainal sepertinya harapan selama ini yang aku idam-idamkan untuk menjadikan Annisa sebagai istriku yang shaleha telah musnah. Tubuhku seakan lumpuh lemas tidak berdaya, lidahku kaku tidak dapat berbicara sepatah kata pun, hatiku terbakar oleh sambaran kata-kata yang masuk melewati telingaku dan untuk hidup pun aku sudah tidak bergairah lagi.
            Aku pamit dengan kesedihan yang masih dapat aku sembunyikan di dalam hatiku yang telah hangus terbakar. Hujan lebat dan gemuruh petir telah menungguku di luar. Aku akan menangis bersama alam diluar sana. Sambil berjalan keluar yang ada dipikiranku hanyalah penyesalan yang selalu datang terlambat. Bibirku bergerak mengagung-agungkan Annisa tanpa sadar.
Wahai wanita idamanku
Wahai wanita yang kucintai
Aku telah kehilangan dirimu
Aku telah gagal mendapatkanmu
Semua karena kebodohanku
Aku terlambat mengungkapkan perasaanku
Wahai wanita yang aku agung-agungkan
Aku akan memohon kepada sang pencipta untuk memutar ulang waktu
Aku akan mendapatkanmu
Aku akan lebih awal mengungkapkan cintaku kepadamu
Tetapi itu tidak akan mungkin
Aku tidak akan pernah mendapatkanmu
            Aku terus berjalan menerobos dinding hujan di sepanjang jalan, air mataku menetes jatuh bersamaan dengan jatuhnya tetesan hujan dari awan hitam yang menangis. Aku berteriak mengeluarkan seluruh amarah yang mengendap dihatiku melawan teriakan petir yang menggelegar, aku menangis bersama alam. Suasana hatiku tergambar jelas oleh keadaan alam saat ini, awan hitam di langit yang menangis sejadi-jadinya, kemarahan petir yang menunjukan bahwa dialah yang paling kuat dan angin ribut yang menghancurkan segala yang dilaluinya. Aku hidup seperti tanpa gairah lagi dan rasanya aku ingin mati secepatnya.
            Dari arah belakang sepertinya aku mendengar suara yang terus memanggil namaku, langkah kakiku kuhentikan. Aku berbalik ke belakang mencari suara yang memanggilku, dalam pikiranku suara itu adalah suara Annisa yang sedang mengejarku. Mungkin dia telah mendengar cerita dari ustadz Zainal dan lebih memilih aku daripada Fahmi. Aku belum bisa melihat orang yang memanggil namaku. Keadaan hujan yang sangat lebat dan disertai dengan anginyang kencang hanya memungkinkanku untuk melihat dalam jarak pandang sekitar lima puluh meter. Dalam keadaanku yang masih galau aku melihat cahaya datang menuju ke arahku, mungkin itu adalah Annisa yang membawa senter sebagai penerangan. Tetapi cahaya itu datang mendekat ke arahku dengan semakin cepat dan… Duar!!! Aku dihantam sesuatu sehingga aku terpelanting jauh dari tempat aku berdiri tadi. Aku mencoba untuk bangkit berdiri, kepalaku terasa sangat sakit dan saat kupegang tampak darah segar berlumuran di tanganku. Pandanganku berubah menjadi gelap gulita aku tidak dapat melihat kehidupan lagi.
***
14. H.R.Bukhari

11. Tangis Ikhlas
            Suasana gelap gulita masih kurasakan, tidak seorangpun yang aku dapat aku lihat berada disekelilingku. Hatiku masih terasa sangat sakit akan kejadian yang baru aku alami. Aku melihat cahaya masuk dari langit-langit menerangi tempat yang tadinya gelap gulita. Kemudian kulihat seorang wanita seperti bidadari berbalut busana muslim berwarna putih bersih berada tepat di bawah masuknya cahaya tersebut dan wanita itu berjalan perlahan berdiri di sampingku. Tidak lama berselang kulihat ayahku juga datang berjalan menghampiriku dari arah yang sama dengan datangnya wanita yang sama sekali belum aku kenal. Setelah mendekatiku ayah menyalami aku dan kemudian ayah juga menyalami wanita yang berdiri disampingku. Tanpa berkata sepatah kata pun ayah meninggalkanku tetapi beliau aku kejar hingga akhirnya beliau berhenti dan menyuruhku jangan mengikutinya agar aku menjaga wanita yang berada di sampingku itu.
            Sangat lama wanita itu berada disampingku hingga aku mendengar suara wanita yang sudah sangat tidak asing lagi bagiku memanggil-manggil namaku. ”Azhar Azhar, bangun nak”. Aku merasakan ada tetesan air jatuh diwajahku. Aku mencoba membuka mataku, perlahan kelopak mataku terbuka melihat cahaya yang menyilaukan masuk ke retina mataku. Akhirnya aku bisa membuka mataku dengan sempurna, orang pertama yang aku lihat adalah ibundaku. Tampak air mata membasahi wajah dan matanya, mungkin air yang jatuh diwajahku tadi adalah air mata bunda yang menyuruh aku untuk menyadarkan diri.
            “Azhar, kamu sudah bangun nak?, bunda sangat khawatir dengan keadaanmu. Kamu tidak sadarkan diri selama tiga hari dan tadi kamu mengigau menyebut-nyebut nama ayahmu nak. Bunda sangat takut kehilangan kamu Azhar”. Air mata bunda kembali menetes jatuh, sambil merangkul tanganku beliau menangis terisak-isak.
            Bunda sudah dapat menguasai dirinya sehingga suasana dapat kembali normal. Aku melihat keadaan di sekelilingku, di dalam ruangan kulihat ada sahabat-sahabatku yang sedang menungguku. Rudi, Taufik yang pasti datang dari Surabaya, Fahmi, Annisa dan bahkan para orangtua yang aku hormati turut datang seperti ustadz Zainal, ibu Aisyah pemilik kos,ustadz Ali muadzin mushalla, dan dokter ismail juga berada di sampingku. Tetapi sosok ayah sama sekali tidak kutemukan disisiku. Aku  masih sangat lelah untuk bertanya dimana ayahku dan apa sebenarnya yang telah terjadi pada diriku.
Aku kembali menutup mataku karena rasa lelah dan sakit, perlahan kupejamkan mataku hingga akhirnya aku kembali tertidur.
***
            Suasana kembali menjadi gelap gulita, ayahku kembali datang menemaniku dengan cahaya terang yang dibawanya. Kemudian beliau merangkulku dengan sangat erat dan berkata kepadaku.
“Anakku Azhar, aku mengetahui hatimu sekarang masih sangat sakit dan masih ditutupi oleh emosi hasrat duniawi. Cintamu kepada wanita yang sangat kau idamkan itu bukanlah cintamu karena Allah melainkan hanya sekedar cintamu untuk memenuhi hasrat duniawimu saja untuk mendapatkan raga dan rupanya. Itu terbukti dengan kejadian tiga hari lalu saat kau diuji oleh Allah dengan ditolaknya lamaranmu karena sahabat dekatmu telah terlebih dahulu melamar wanita pujaanmu sehingga kau tidak dapat wanita yang kau idam-idamkan itu. Saat mendengar penolakan itu mengapa kau tidak melapangkan dadamu, kau malah menyalahkan kebodoan dirimu sendiri seakan kau lebih berhak mendapatkannya ketimbang sahabatmu itu. Saat itu kau lupa akan takdir Allah yang telah diberikannya kepadamu. Kau berteriak, menangis, menjerit seakan dunia ini telah kiamat bagimu. Anakku Azhar jika kau tidak mendapatkan wanita yang kau dambakan seperti dia berarti dia memang bukan jodohmu. Anakku perjalanan hidupmu masih panjang dan kau hampir saja menyia-nyiakan nikmat kehidupan yang telah Allah berikan kepadamu. Azhar kau harus lebih banyak berikhtiar dan berdoa memohon ampun kepada Allah agar kau mendapatkan kehidupan yang bahagia dunia akhirat”.
            “Astaghfirullah”, aku beristighfar memohon ampun kepada Allah atas kesalahanku. Yang aku lakukan tiga hari yang lalu sangatlah jauh dari ajaran tuntunan hidup seorang muslim. Saat itu pikiran dan hatiku telah dikuasai oleh syetan sehingga aku tidak dapat berlapang dada untuk menerima takdir yang telah diberikan Allah kepadaku. Padahal Allah tidak akan membuat ujian diluar kemampuan hamba-Nya, tetapi pada saat itu aku telah menyerah terlebih dahulu.
            Air mata jatuh meleleh di wajahku karena teringat akan dosa yang telah aku perbuat. Aku telah dapat menerima takdir yang diberikan Allah bahwa Annisa bukanlah jodohku. Aku menangis dalam tangis ikhlas memohon ampun atas keburukan hatiku yang tidak bisa mengikhlaskan Annisa dilamar oleh sahabatku. Air mataku terus mengalir, air mata dan tangis yang jatuh hari ini sangat berbeda dengan air mata yang jatuh tiga hari lalu. Air mata yang jatuh pada hari ini adalah air mata ikhlas yang telah dapat aku pahami artinya, sedangkan tiga hari yang lalu hanyalah air mata emosi yang jatuh karena aku tidak bisa berlapang dada karena keputusan yang disampaikan ustadz Zainal.
            Ayah melanjutkan pembicaraannya setelah melihat tangisanku berhenti.
            ”Azhar anakku, ayah mempunyai amanat yang harus kau kerjakan. Jaga dan bahagiakanlah bundamu karena surga berada di telapak kaki ibu. Kau tidak akan masuk surga jika kau tidak berbakti kepada orangtuamu terutama kepada bundamu. Itu adalah amanat pertama, amanat kedua adalah cari dan nikahilah wanita yang mengenakan busana muslim putih yang telah menemuimu kemarin”.
“Tetapi ayah, bagaimana aku bisa melaksanakan amanatmu yang kedua sedangkan aku tidak mengenalnya dan aku tidak tahu dimana keberadaannya?”
“Ingatlah anakku, kau harus selalu berikhtiar (berusaha) dan berdoa kepada Allah. Pasti Allah akan memberi jalan termudah bagimu”.
Kemudian ayah meninggalkanku, aku tidak ingin sendiri di tempat seperti ini. Aku memanggil-manggil ayahku berulang kali, tetapi beliau tidak berhenti dan tidak juga menyahut panggilanku. Hanya senyuman terakhir yang diberikannya sebelum beliau pergi jauh meninggalkan aku.
            Mataku kembali terbuka, terbangun, tersadar dari mimpiku yang terasa sangat nyata. Aku melihat bunda sedang menangis dalam shalat malamnya disampingku. Pamanku juga telah datang dari Bandung tetapi dia sudah tampak tertidur di sebuah sofa. Sungguh kasih bunda sangat aku rasakan, kasih yang tidak akan dapat aku balas di sepanjang hidupku. Aku tenangkan hati bunda dengan menyuruhnya bersabar dan memberikan semangatku dengan mengatakan sebentar lagi aku akan sembuh dan akan segera keluar dari rumah sakit.
            Jam telah menunjuk ke angka dua malam, aku harus mengerjakan shalat isya dan menggabungkannya dengan shalat maghrib. Aku shalat dalam keadaan hanya bisa berbaring dan aku bersuci dengan cara tayamum. Gerak dalam shalat biasanya, sekarang aku lakukan dengan isyarat mata. Selesai shalat hati dan pikiranku kembali menjadi lebih tenang dan damai. Dalam doa aku memohon kesembuhanku kepada Allah agar aku dapat kembali beribadah kepadanya dengan cara yang lebih baik lagi.
***
            Dalam suasana yang lebih tenang kutanyakan bagaimana kabar ayah kepada bunda,” bunda mengapa ayah tidak berada di samping bunda untuk menemaniku?”.
“Azhar anakku, sebelum kamu mendapatkan musibah kecelakaan ini, ayahmu telah terkena
serangan jantung dan selama seminggu dirawat jalan. Tiga hari yang lalu saat kau tertimpa kecelakaan tabrak lari, orang pertama yang mengabarkan kondisimu secara rinci adalah Fahmi. Pada saat itu Fahmi menelpon ke rumah untuk mengabarkan kondisimu, dan yang mengangkat langsung telepon rumah sore itu adalah ayahmu karena bunda dan mbok sedang memasak makan malam di dapur. Saat mendengar berita dari Fahmi ayahmu langsung terjatuh ke lantai karena syok dan terkejut. Jantungnya yang masih dalam kondisi lemah tidak sanggup mendengar kabar bahwa anak tunggalnya dalam keadaan koma. Dengan segera bunda dan mbok meminta pertolongan tetangga ketika melihat ayah sudah tergeletak di lantai tidak sadarkan diri. Ayahmu sempat di bawa ke rumah sakit dan juga sempat mendapatkan perawatan medis, tetapi semuanya sudah terlambat. Ayahmu tidak dapat tertolong lagi. Azhar sayangku, ayahmu sudah mendapatkan tempat yang lebih baik dari semua tempat di bumi ini. Ayamu sekarang sudah berada di tempat peristirahatan yang lebih baik dan lebih dekat kepada Allah”.
            Bunda sangat tegar ketika menceritakan kejadian yang menimpa ayah kepadaku. Namun setegar apa pun bunda akhirnya dia meneteskan air matanya juga bersamaku. Aku teringat mimpi yang baru saja aku alami, senyum terakhir ayah rasanya masih jelas terlihat di bola mataku. Aku masih belum sepenuhnya percaya ayah telah meninggalkanku, sepertinya baru saja kami berjumpa tadi. Dalam ingatanku detik-detik terakhir kepergian ayah, beliau memberikan aku amanat yang harus aku jalani. Kubulatkan tekadku di dalam hati, aku harus melaksanakan amanat yang telah dipercayakan ayah kepadaku untuk menjaga bunda.
            Baru saja aku gagal melamar Annisa, sekarang aku telah kehilangan ayah yang sangat aku cintai. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, pepatah yang sangat tepat ditujukan kepadaku. Lengkap  sudah seluruh penderitaanku, tetapi aku tidak boleh berputus asa karena telah kehilangan dua orang yang sangat aku cintai. Ayahku adalah milik Allah sepenuhnya jadi aku harus ikhlas jika ayah diambil kembali oleh penciptanya. Sedangkan Annisa, memang dia bukan jodoh yang diberikan Allah untukku sehingga aku juga harus dapat mengikhlaskan kepergiannya walaupun aku harus melepas kepergian mereka dalam sebuah tangisan. Tetapi tangis yang kutumpahkan adalah sebuah tangis ikhlas.
            Untuk merelakan kepergian ayah yang sosoknya tidak akan pernah aku lupakan, kupanjatkan sebuah doa untuknya.
Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, sejahterakanlah dia dan ampunila dosa dan kesalahannya, hormatilah kedatangannya dan luaskanlah tempat tinggalnya, bersihkanlah ia dengan air salju dan embun; bersihkanlah ia dari segala dosa sebagaimana kain putih yang bersih dari segala kotoran, dan gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya yang dahulu, dan gantikanlah baginya ahli keluarga yang lebih baik daripada ahli keluarganya yang dahulu, dan hindarkanlah ia dari siksa kubur dan adzab neraka [15] ”

  15. doa shalat jenazah setelah takbir ke-3




12. Keikhlasan Cinta
            Hari senin aku sudah angkat kaki dari rumah sakit setelah menjalani pengobatan rawat inap. Mulai hari ini aku melakukan perobatan jalan di rumah agar aku dapat lebih banyak beristirahat di rumah. Saat aku pulang dari rumah sakit bunda menginginkan aku ikut bersamanya pulang ke Bandung, alasannya beliau ingin menjaga dan merawatku selama masa penyembuhan. Tetapi untuk permintaan bunda yang satu ini aku dengan berat hati tidak bisa memenuhinya karena aku baru saja mendapatkan pekerjaan sebagai dokter di salah satu rumah sakit Jakarta dan untuk saat ini sangat sulit bagiku untuk meninggalkan pekerjaan yang baru aku dapatkan dengan usaha kerasku ini dan jika aku menuruti perintah bunda untuk kembali pulang ke Bandung, pasti dengan watak beliau yang sudah sangat aku kenal maka dia tidak akan mengizinkan aku untuk pergi jauh darinya lagi dan aku akan disuruh mencari pekerjaan baru di Bandung meninggalkan pekerjaanku di Jakarta. Aku tahu bunda melakukan hal tersebut karena beliau khawatir dan sangat sayang kepadaku tetapi di sisi lain aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku begitu saja. Aku harus mendapatkan jalan yang terbaik bagi aku dan bunda, jadi aku mengambil jalan tengah untuk membawa bunda tinggal bersamaku di tempat kos yang sampai sekarang masih aku tempati. Satu kamar telah kosong karena di tinggal pergi Taufik ke Surabaya, sehingga bunda dapat menggantikan kamar yang telah ditinggal oleh saudaraku Taufik untuk beberapa minggu. Jadi bunda masih tetap dapat merawatku hingga aku benar-benar pulih dan aku juga dapat tetap bekerja di Jakarta.
            Jam 12 siang aku dapat mengirup udara segar di luar rumah sakit. Semua ideku sudah aku katakan dan bunda telah setuju untuk tinggal bersamaku selama dua minggu. Dari rumah sakit aku menggunakan taksi menuju ke rumah kos. Jam 2 siang aku tiba di depan pintu rumah kos, hanya Rudi yang keluar dari pintu rumah untuk menyambut kepulanganku. Aku dengan bantuan Rudi mengangkat beberapa tas yang umumnya berisi pakaian aku dan bunda. Sesampai di dalam rumah aku bertanya keberadaan Fahmi kepada Rudi.
            ” Rud, Kamu tahu Fahmi pergi kemana?”
“ Kak Fahmi dua hari yang lalu telah pulang ke Bandung untuk membicarakan acara pernikahannya dengan Annisa kepada orang tuanya yang berada di Bandung”.
Untuk kali ini ketika aku mendengar penjelasan dari Rudi, sama sekali aku tidak merasa terkejut. Aku mengartikan kabar ini sebagai suatu kebahagiaan bagiku yang patut aku syukuri. Sikapku yang sudah dapat aku kendalikan seperti ini karena aku telah dapat mengikhlaskan Annisa menjadi istri sahabatku Fahmi.
            Setelah selesai membereskan barang-barangku, aku berencana untuk langsung menemui ibu Aisyah pemilik kos. Beliau tinggal di samping rumah kos yang aku tempati, aku ingin berbicara kepadanya mengenai kamar kos kosong yang akan aku sewa sebagai kamar tidur bundaku untuk beberapa minggu. Hanya beberapa langkah saja aku sudah sampai di depan pintu rumah ibu Aisyah. Pintu rumah berdaun dua yang berfungsi sebagai pintu utama itu aku ketuk tiga kali sambil mengucap salam, tetapi tidak ada yang menjawab dan membukakan pintu yang lumayan megah tersebut. Kuulangi mengetuk pintu itu beberapa kali, mungkin ibu Aisyah tidak mendengarnya. Sudah ke sekian kalinya pintu itu keketuk namun tetap saja tidak ada jawaban. Kuputuskan untuk datang lagi nanti malam karena aku berkesimpulan bahwa ibu Aisyah sedang keluar rumah.
            Sesampai di rumah kutanyakan prihal ibu Aisyah kepada Rudi, apakah memang benar beliau keluar rumah?. Dalam beberapa menit jawaban langsung aku dapatkan dari bibir Rudi. Kenyataannya memang benar ibu Aisyah keluar rumah tetapi tujuan perginya tidak tanggung-tanggung, beliau pergi ke negeri kangguru Australia selama satu minggu. Tujuannya adalah untuk menjemput putrinya yang telah tamat kuliah beberapa bulan yang lalu dan sekaligus beliau ingin berwisata di sana. Di Australia  Putri ibu Aisyah juga mengambil jurusan kedokteran, setelah mendapatkan pengalaman kerja di sana  putri ibu Aisyah ingin kembali dan mengabdi di Indonesia. Dihitung dari hari keberangkatannya ibu Aisyah akan pulang ke Indonesia dalam kurun waktu empat hari lagi.
            Rencana untuk bertemu dengan ibu Aisyah gagal, tetapi aku masih punya jalan untuk dapat berbicara dengan beliau. Nomor telepon genggam ibu Aisyah sudah tercatat di buku teleponku, jadi aku akan mendapatkan persetujuan menyewa kamar kosong rumah kos ini lewat telepon. Aku tidak ingin menunggu berlama-lama untuk membicarakan hal ini kepada ibu Aisyah. Jadi nomor yang bertuliskan nama ibu kos di telepon genggamku kutekan.
Tiiiiiiiit tiiiiiiiit tiiiiiit
Lama aku menunggu telepon tujuanku di angkat.
            “Assalamualaikum, dengan siapa ini?”
            “waalaikumsalam, saya Azhar anak kos ibu Aisyah. Bisa berbicara dengan ibu Aisyah?”.
            “Mohon ditunggu sebentar, saya akan memanggilkannya segera!”
Suara wanita yang sangat lembut mengangkat telepon dariku, jelas itu bukan suara ibu Aisyah karena aku sudah sangat hafal dengan suaranya. Suara yang aku dengar sekarang sangat asing bagiku tetapi kelembutan suaranya berdesir di telingaku membawa embun yang sejuk.
            “Hallo assalamualaikum, saya ibu Aisyah. Dengan siapa ini?”
            “Waalaikumsalam, saya Azhar bu!”
            “oh Azhar sudah sehat,.ingin berbicara apa Har dengan ibu?”
            “Allhamdulillah bu. Saya ingin membicarakan soal kamar kos yang telah kosong di tinggal
            Taufik. Jadi saya ingin menyewanya untuk kamar tidur bunda saya dalam beberapa minggu,
            karena bunda ikut bersama saya untuk merawat saya selama masa penyembuhan. Apakah ibu
            mengizinkan ?”
            “Silahkan gunakan kamar tersebut sebagai kamar tidur bundamu, ibu mengizinkan sekali dan
            untuk biaya sewa ibu berikan gratis karena bundamu hanya tinggal untuk beberapa minggu saja
            bukan?”
            “Saya berterima kasih sekali atas bantuan ibu Aisyah, assalamualaikum”.
Hubungan telepon jarak jauh kuakhiri, aku sangat bersyukur mempunyai ibu kos yang baik hati, sekarang aku sudah dapat lebih tenang. Tetapi aku masih sangat penasaran dengan wanita yang mengangkat telepon dariku, kelembutan suaranya masih terngiang ditelingaku.
***
           

            Sudah empat hari ini hidangan makanan di rumah kos kami selalu lezat dan nikmat, karena makanan yang dihidangkan kepada kami merupakan hasil karya juru masak terhandalku, yaitu bundaku sendiri. Selama bunda berada di sampingku dan merawatku, hasil dari kerja kerasnya sudah sangat terasa bagiku. Sekarang tubuhku sudah merasa lebih baik dan lebih berenergi. Hari ini aku mempunyai jadwal harus memeriksakan diriku lagi ke rumah sakit bersama bunda untuk melihat keadaan luka dikepalaku sudah semakin membaik atau tidak. Jam 9.30 pagi aku dan bunda telah sampai di rumah sakit. Dokter Ismail Harahap yang langsung menanganiku saat aku tertimpa kecelakaan telah menunggu kedatanganku di ruangannya. Beberapa menit dilakukan pemeriksaan kembali terhadap luka di kepalaku, hasilnya aku sudah dapat melepaskan perban yang membalut di kepalaku dan tiga hari lagi setelah masa istirahat aku sudah dapat bekerja di rumah sakit seperti biasanya.
            Jam 11.30 aku sudah kembali ke rumah. Saat membuka pintu rumah aku melihat mobil pribadi ibu Aisyah di keluarkan oleh supir pribadinya yang tinggal hanya 10 meter dari rumah kos ini. Aku baru ingat hari ini ibu Aisyah akan pulang dari Australia, mungkin pak supir ingin menjemput kedatangan mereka di bandara. Jika ibu Aisyah nanti sudah tiba di rumah aku bersama bunda akan menemuinya untuk berterima kasih atas segala bantuan yang pernah di berikannya.
            Maghrib ini aku sudah dapat melaksanakan shalat jamaah di mushalla, sudah beberapa minggu aku hanya dapat shalat di rumah saja. Suara adzan sudah terdengar dari mushalla yang dekat dengan rumah kosku. Aku bersama Rudi berjalan menuju ke mushalla, kulihat mobil pribadi ibu Aisyah sudah berada di depan rumahnya. Aku melanjutkan langkahku untuk menunaikan shalat maghrib berjamaah yang sudah aku tunggu beberapa menit yang lalu. Di depan mushalla aku berjumpa dengan ustadz Ali, saat bertemu  aku langsung menyalaminya. Beliau bertanya mengenai kondisiku dan aku menjawab bahwa diriku sudah dalam keadaan yang baik. Lalu beliau mengajakku untuk masuk ke dalam mushalla Karena iqamat telah di dengungkan.
            Takbir demi takbir telah aku lewati hingga akhirnya kututup shalatku dengan salam. Selesai  shalat maghrib aku berdoa memohon ampun atas dosaku yang telah kuperbuat kepada Allah dan tidak lupa aku berdoa agar Allah mengampuni dosa ayah dan bundaku. Ketika aku berdoa memohon ampun dosa ayahku aku teringat akan amanat yang telah ia berikan kepadaku sehingga aku juga meminta pertolongan kepada Allah agar diberikannya kemudahan bagiku untuk menjalankan amanat yang di berikan ayah kepadaku. Amanat kedua mengenai aku harus mencari dan menikahi wanita yang digambarkan di dalam mimpiku adalah amanat yang paling membingungkan bagiku karena aku tidak tahu harus mulai mencari wanita itu dari mana. Tetapi aku harus tetap bekerja keras dan berdoa meminta pertolongan kepada Allah karena begitulah cara yang diajarkan ayah untuk mencari wanita itu.
            Setelah selesai berdoa, aku harus bergegas menunaikan rencanaku bersama bunda mendatangi rumah ibu Aisyah untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang di berikannya. Sampai di rumah bunda telah menungguku dengan pakaiannya yang sangat rapi. Aku pun langsung mengajak bunda untuk menemui ibu Aisyah, aku mengenakan pakaian shalat yang juga tidak kalah rapi dengan bunda. Bersama kami berangkat ke rumah ibu Aisyah.
            Kembali kuketuk pintu megah berdaun dua tersebut sambil mengucap salam. Tidak lama berselang salamku di jawab dan sehelai daun pintu terbuka.”Waalaikumsalam”.ibu Aisyah yang membukakan pintu untuk kami dan langsung mempersilahkan kami masuk dan duduk. Sebelum pembicaraan di mulai ibu Aisyah meminta permisi ke belakang sejenak meninggalkan kami. Dan akhirnya percakapan pun dimulai, percakapan kali ini di dominasi oleh bunda dan ibu Aisyah yang baru saja akrab berkenalan sedangkan aku hanya di tanya beberapa kali saja mengenai kondisi kesehatanku dan pekerjaanku.
            Sudah berselang beberapa menit mereka berbicara dan kemudian….
Seorang wanita cantik berbusana muslimah lengkap dengan jilbab putihnya datang seperti bidadari mengantarkan minuman kepada kami. Mulutku diam tertutup rapat, mataku tidak dapat lepas memandangi kecantikan wajahnya. “Astaghfirullah, aku menikmati wajah wanita yang tidak halal bagiku”, hatiku berbicara, tetapi mataku masih ingin melihat dengan jelas wajah wanita itu seakan aku masih tidak percaya dengan penglihatanku. Kucuri sedikit pandanganku untuk melihat ke arah wajahnya.”Subhanallah”, wajahnya sangat mirip dengan gambaran yang diberikan ayah kepadaku lewat mimpi.
            Ya Allah kau memang sangat mempermudah hamba-hambamu. Kemudian ibu Aisyah memperkenalkan putrinya kepada kami. Wanita yang berparas cantik itu bernama Sarah Nuraini yang lahir dan besar di Jakarta, lulusan fakultas kedokteran di Australia dan masih panjang lagi ibu Aisyah bercerita mengungkapkan biodata putrinya. Tetapi Sarah hanya bisa diam dan tersipu malu ketika biodata dirinya diceritakan ibunya kepada kami. Setelah ibu Aisyah menceritakan semua hal tentang anaknya Sarah, sekarang malah bunda yang ikut-ikutan menceritakan bidota mengenai diriku.
            Sepertinya semua yang berada di ruang tamu rumah ibu Aisyah telah mengenal satu sama lainnya. Dan kemudian pembicaraan diambil alih kembali ibu Aisyah, beliau menceritakan kembali jati diri Sarah. Di akhir pembicaraannya ibu Aisyah menceritakan bahwa Sarah sampai saat ini belum memiliki jodoh untuk dijadikan sebagai pasangan hidupnya dalam membina bahtera rumah tangga karena Sarah tipe wanita yang sangat pemalu. Saat berada di Australia karena sangat pemalunya Sarah sangat tertutup dan jarang keluar dari rumahnya, Sarah hanya keluar rumah jika ada keperluan yang sangat penting dan mendesak, sehingga dia hanya mengenal pria yang berada di satu ruang kelasnya saja. Lagi pula Sarah juga menyerahkan perkara pencarian pasangan hidup kepada ibunya.
            Cerita demi cerita panjang yang ibu Aisyah ceritakan kepada kami, akhirnya ibu Aisyah mengeluarkan pertanyaan kepadaku.
            ”Azhar, setelah ibu melihat tingkah laku dan perangaimu selama ini. Maukah kamu melamar
            Sarah putri ibu?”.
Hatiku spontan terkejut mendengar pertanyaan ibu Aisyah kepadaku, sebenarnya sejak awal ketika aku melihat wajah Sarah aku sudah sangat ingin melamar dia untuk menjadi istriku sehingga aku dapat menjalankan amanat dari ayahku. Dan rencanaku setelah pulang dari rumah ibu Aisyah aku ingin meminta persetujuan dari bunda untuk melamar Sarah. Tetapi untuk kesekian kalinya Allah menolongku dengan memberikanku kemudahan.
            Saat aku ingin membuka mulutku untuk menjawab pertanyaan ibu Aisyah, bunda malah telah mendahuluiku dan berkata.”Kalau saya sebagai bundanya Azhar setuju saja jika ibu menjodohkan putri ibu kepada Azhar. Menurut saya mereka sangat serasi, apalagi jika dikaitkan dengan profesi mereka berdua yang bekerja sebagai dokter. Tetapi semua keputusan saya kembalikan kepada Azhar, apakah Azhar juga senang dengan putri ibu?”. Pertanyaan dikembalikan kepadaku, bunda juga telah mengisyaratkan tanda setuju. Kini giliranku berbicara.
            Aku sangat gugup menjawab pertanyaan singkat yang akan menentukan masa depanku. aku kuatuatkan diriku untuk berbicara.” Jika ibu bertanya kepada saya apakah saya mau menjadi pendamping hidup Sarah. Maka saya sangat bersyukur akan mendapatkan istri secantik Sarah, tetapi apakah Sarah mau dengan saya?”. Pertanyaan aku kembalikan dan sekarang pertanyaan tertuju kepada Sarah.
            Sarah tampak sedang berfikir dan kemudian dia menjawab pertanyaan yang sudah sangat kami tunggu.” Terlebih dahulu saya ingin meminta maaf kepada semuanya karena saya tidak dapat menjawab pertanyaan ini sekarang juga dan saya meminta tenggang waktu tiga hari untuk memutuskan jawaban apa yang akan saya pilih”. Dengan tenang ia berbicara meminta tenggang waktu untuk berfikir akan pertanyaan yang aku lontarkan kepadanya.
            Jika ini sudah menjadi permintaan Sarah maka aku harus rela untuk menunggu jawaban darinya selama tiga hari. Dan malam ini aku merasa menjadi orang yang paling beruntung di seluruh permukaan bumi ini karena silaturami yang aku lakukan untuk mengucapkan terima kasihku kepada ibu Aisyah dengan tidak sengaja berubah menjadi acara lamaran yang aku lakukan untuk Sarah. Keikhlasan cinta yang telah aku lakukan sungguh telah menjadikan diriku orang yang lebih baik dan lebih beruntung dari hari kemarin.
***

            Langit malam hari ini sangat cerah, secerah hatiku yang diberikan rahmat atas keikhlasan cinta yang telah aku lakukan selama ini. Bintang bertaburan di angkasa raya yang luas tidak berhingga membentuk bermacam-macam pola dengan nilai keindahan yang sangat tinggi. Keindahan jagat raya yang tidak ternilai harganya merupakan maha karya yang hanya bisa diciptakan oleh Allah semata.
            Ketika aku baru pulang dari rumah ibu Aisyah, Rudi langsung memberikan aku selembar undangan resepsi pernikahan Fahmi dan Annisa. Sebuah berita gembira kembali datang kepadaku, hari ini sungguh merupakan hari kebahagiaan bagiku. Hari resepsi pernikahan jatuh sehari sebelum Sarah menjawab lamaran dariku. Semoga Fahmi dan Annisa sedang dalam keadaan yang bahagia seperti yang aku rasakan saat ini.
            Menunggu tiga hari terasa sangat lama dan berat bagiku. Hari pertama kulalui dengan melakukan perjalanan pulang ke Bandung bersama bunda sebagai persiapan agar tidak terlalu lelah ketika menghadiri resepsi pernikahan Fahmi dan Annisa besoknya. Aku sampai di kota kelahiranku dengan membawa rasa lelah di tubuh, sesampai di rumah aku langsung melepas lelah dengan beristrahat.
            Hari kedua dalam menunggu jawaban yang akan di berikan Sarah kulalui dengan bahagia karena kali ini aku  menghadiri acara resepsi pernikahan Fahmi dan Annisa. Saat aku sampai di tempat acara aku langsung mencari dan menemui Fahmi untuk mengucapkan selamat. Ketika aku berjumpa Fahmi aku langsung memeluknya dengan erat sambil mengucapkan doa keselamatan dan kebahagiaan  di dekat telinganya, dan untuk Annisa aku hanya bisa mengucapkan selamat lewat perkataanku dengan memberikannya salam di depan dada.
            Selesai menghadiri acara resepsi pernikahan Fahmi dan Annisa aku dan bunda langsung kembali pulang ke Jakarta. Sehingga aktifitas di hari ketiga menunggu jawaban dari Sarah kulakukan di rumah kos. Menunggu waktu menuju ke maghrib sangat terasa lama dan sangat lama sekali bagiku. hatiku penuh dengan tanda tanya jawaban apa yang akan diberikan Sarah kepadaku. Tetapi biarlah waktu berjalan dengan sendirinya aku harus mengerjakan berbagai tugas yang ada di rumah.
            Ternyata dengan menyibukan diriku dengan berbagai kegiatan waktu menjadi sangat tidak terasa bagiku. Adzan maghrib telah berkumandang setelah selesai shalat aku akan segera mendapatkan jawaban dari bibir Sarah. “ Allah huakbar”, takbir pertama telah aku angkat. Shalat maghrib kali ini Aku berusaha sangat keras untuk khusyuk dan fokus dalam shalatku meninggalkan semua godaan duniawi. “Assalamualaikum warahmatullah”, akhirnya aku telah menyelesaikan shalat maghribku. Dengan tenang aku berdoa memohon bantuan kepada Allah agar membukakan pintu hati Sarah sehingga Sarah dapat menerima lamaranku dengan cinta yang ikhlas.

             Setelah selesai shalat maghrib aku dan bunda langsung menuju ke rumah ibu Aisyah untuk menagih janji yang diajukan Sarah. “Assalamualaikum, tok tok tok”, ku ketuk pintu rumah ibu Aisyah.  ” Waalaikum salam”, langsung terdengar jawaban dari dalam rumah dan lagi-lagi ibu Aisyah yang langsung membukakan pintunya untuk kami, kali ini dengan alasan beliau sudah sangat menunggu kami.
            Awal pembicaraan dimulai hanya dengan sekedar basa basi dan kemudian langsung menuju ke pokok pembicaraan, yaitu mengenai prihal lamaranku terhadap Sarah. Ibu Aisyah menyuruh Sarah untuk menjawab lamaran dariku, hatiku sangat berdebar-debar menunggu jawaban darinya dan keluarlah kata-kata dari bibir Sarah.” Setelah tiga hari saya memikirkan, menimbang dan memohon petunjuk dari Allah atas lamaran yang diberikan Azhar kepada saya, maka saya Sarah Nuraini menerima lamaran Azhar dan bersedia menjadi istri dari Muhammad Azhar”.
            “Alhamdulillah”, secara serentak ucapan syukur keluar dari semua anggota keluarga yang datang pada hari itu. Dan pada malam itu juga diadakan diskusi mengenai pemilihan waktu pernikahan dan acara resepsi pernikahan yang akan di langsungkan. Setelah beberapa menit para keluarga larut dalam diskusi, akhirnya dapat kesepakatan bahwa hari pernikahan akan dilangsungkan tiga hari dari sekarang yaitu tepatnya pada hari jum`at  dan acara resepsi diadakan dua minggu kemudian di sebuah hotel yang berlangsung tertutup hanya untuk teman dan keluarga kedua mempelai.
            Akhirnya semua perjuangan dan perjalanan keikhlasan cinta yang telah aku lakukan selama ini telah mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya bagi kehidupanku. Semua merasakan keikhlasan cinta yang telah aku lakukan. Ayah pasti bangga melihatku dialamnya, Fahmi dan Annisa telah dapat hidup bahagia, aku bersama Sarah juga akan hidup dalam kebahagiaan yang hanya bisa aku bayar lewat tindakan syukur kepada Allah.
Lubukpakam, Deli Serdang, Sumatera Utara:
29 Mei 2008
Alhamdulillah wash shalatu
Was salamu `ala Rasulillah.