Minggu, 27 November 2011

PERJANJIAN: KOMITMEN & PRINSIP

1st Anniversary
28 nov 2010-28 nov 2011
For my beloved
 SHINTA ALVIONITA AS

Sungguh hari ini aku sangat merindukanmu. Aku sadar kata merindu sudah sangat terbiasa kamu baca lewat berbagai pesan yang kukirimkan atau kamu dengar langsung melalui handphone. Kata sakral yang sering kuucapkan tersebut, aku yakini pasti juga diucapkan oleh ribuan pasang kekasih yang sedang dipisahkan oleh jarak dan waktu. Memang hanya kata ini yang dapat mewakili kegundahan hatiku atas dirimu, karena ragamu tidak sedang berada dekat denganku. Dua bulan telah berlalu tanpa ada satu moment yang tepat untuk pertemuan kita, mungkin sang waktu dengan sengaja tidak memberikan sedikit detik yang dimilikinya untuk melepas kerinduan kita dan sang jarakpun turut membantunya dengan suka cita untuk memisahkan keberadaan kita, aku tau sejak dahulu mereka telah bersekutu untuk ambil andil dalam merangkai alur kisah cinta kita. 


 http://www.bisnis-kti.com/index.php/2011/09/garuda-makassar-singapura-normal-setiap-hari/


28 November 2010
Aku menengadah ke atas menyaksikan matahari ditaklukan awan tipis, sinarnya tak lagi dapat menggapai bumi, tinggallah lingkarnya yang tampak masih memberikan perlawanan atas penjajahan yang dilakukan sang awan. Angin mendorong ombak menghasilkan gulungan yang berkejaran dan berlomba saling mendahului untuk mengggapai garis pantai yang berselimut pasir putih, inilah alasan para gulungan ombak bersaing mendapatkan garis terdepan hanya untuk menjilati pasir putih nan indah dan mempesona.

Tahun lalu, 28 November bertepatan dengan hari Minggu. Hari yang direncanakan untuk merayakan pembubaran panitia atas suksesnya acara Accounting Study Club (ASC) yang telah diselenggarakan satu pekan lamanya. Lampu’uk keluar sebagai pemenang atas perdebatan alot panitia dalam menentukan tempat yang akan dijadikan lokasi untuk menikmati perayaan ini. Semua hal dipersiapkan dengan rapi, perjalanan Banda Aceh menuju pantai Lampu’uk yang berada di Aceh Besar memakan waktu 45 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor. Berkonvoi dengan mengendarai sepeda bermotor menjadi pilihan kami untuk mencapai Lampu’uk pantai dengan pasir putih terindah.

Perjalanan seharusnya menjadi hal yang sangat menghibur ketika kamu duduk satu motor bersamaku, namun yang terjadi adalah aku terdiam tanpa kata, membisu seribu bahasa, bagai robot mekanik yang diprogram hanya untuk menjalankan kendaraan dan menjawab pertanyaan penumpang dengan jawaban seadanya, sebatas kosa kata yang dimilikinya. What’s the hell with me?

Di atas motor, di sepanjang perjalanan, pikiranku melayang, kembali mengingat, mencoba memahami dan mengerti satu kata dari sebuah pertanyaan yang dilontarkan tiba-tiba dari sebuah diskusi panjang yang dilakukan melalui perantara SMS. Satu kata yang membuat logika dan perasaan harus saling membunuh untuk mendapatkan pembenaran dan kemenangan. Sudah semalaman aku memikirkannya, sulit untuk memejamkan mata karena aku belum berhasil memecahkan maknanya, dan ketika tertidur pun aku sering terjaga dihantui kata tersebut. Perseteruan antara logika dan perasaan yang belum juga mendapatkan sang pemenang, membuat tubuhku ikut menderita untuk menemukan makna kata tersebut. Tepat jam dua malam tubuhku menghangat diatas suhu normal tubuh biasanya, jelas mereka sekarang telah sampai batas dan dampaknya aku terserang demam. Dua jam baru berlalu pada 28 November malam itu, namun aku telah menikmati sebagian penderitaan dari cinta. Kupaksakan logika dan perasaan untuk beristirahat membawa tenggelam kata yang membuat mereka berseteru dan rela saling membunuh. Diiringi ingatan tentang sebuah pertanyaan, aku mencoba memejamkan kedua mataku secara perlahan.

     “Bagaimana bisa menjaga cinta tanpa adanya sebuah KOMITMEN?” 

Kamu tancapakan kata komitmen tepat dihulu hatiku, bagai racun ia menyebar cepat melumpuhkan sel, saraf, dan sistem organ ku. Imunitas tubuhku pun tidak sanggup melakukan perlawanan dan juga tidak berdaya mendeteksi penyakit yang tidak terdaftar dalam datanya. Dalam demam kurelakan tubuhku memaknai arti dari komitmen.

Aroma laut paling aku suka selain aroma hujan. Kalau aroma hujan bersumber dari harumnya minyak atsiri yang diproduksi tumbuhan, kemudian diserap oleh bebatuan dan tanah, lalu dilepas ke udara pada saat hujan turun, maka lain halnya dengan aroma laut yang terjadi akibat partikel air garam menguap kemudian dibawa bergerak oleh angin kedaratan. Kesukaanku pada aroma laut ini tanpa sadar membentuk suatu kebiasaan bagiku. Setiap kali menginjakan kaki ke pantai, aku selalu mengawalinya dengan menarik napas dalam, meresapi dan mencoba menikmati aroma laut. 




Keriuhan menghiasi suasana sebuah pondok dipinggir pantai lampu’uk, para panitia ASC sangat bergembira menikmati perayaan tersebut. Sedangkan aku hanya bisa mengikuti arus kesenangan mereka, ketika mereka membuat berbagai lelucon dan tawaan, aku pun ikut tertawa tanpa tau apa yang sedang aku tertawakan, ketika mereka berlarian menikmati pinggiran pantai, akupun ikut berjalan dibelakang mereka, dan mencoba memberikan senyuman terbaik ketika diminta berpoto bersama. Aku terbelenggu dalam kepura-puraan. Saat itu sebenarnya hatiku sedang berada pada puncak kegelisahan, namun tak pernah kutampakan kepada mereka, aku tidak mau kekhawatiran mereka kepadaku merusak suasana gembira di perayaan tersebut. 




28 november 2010, 13:30
Kegelisahan masih bersemayam bersamaku, memahami makna komitmen dari sebuah pertanyaan yang dilontarkan di malam hari, dan memikirkan prinsip yang selama ini aku pegang.

    “Aku tidak akan berpacaran sebelum bekerja, nanti aja kalau udah sukses baru
    pacaran, toh semua cewe pada ngantri“  kata-kata tersebut terpahat dengan jelas di otakku 
   sejak SMA.

Kuteguhkan hatiku dan aku kumpulkan keberanian untuk mengajaknya berjalan menyusuri tepian pantai, berniat melanjutkan percakapan SMS pada malam itu.

     “Nta, mau ga jalan-jalan kesana?” aku menunjuk asal.

     “Ayu, ayo ikut jalan-jalan bareng kami!” jawabnya dengan mengajak kawan akrabnya 
     secara paksa.
    
     “Udahlah nta, kalian berdua aja yang pergi” sahut teman-teman lainnya.

     “Thank`s kawan-kawan, kalian memang memahamiku” kataku riang dalam hati.

Sang waktu dengan mudah memberikan keluangannya untuk kami, dan sang jarak pun seakan mempersempit space diantara kami yang sebelumnya terasa begitu jauh ketika keberanianku belum muncul untuk mengajaknya berjalan. Kemudian kami berjalan dan banyak bercerita, tidak begitu jauh kami berjalan, aku mengajaknya duduk diatas pasir pantai terindah yang pernah kudatangi. Duduk merebah menghadap lautan luas, memandangi ombak yang saling berkejaran, menghirup dalam bau lautan yang khas, menikmati kesejukan udara akibat sang matahari tak sanggup melawan awan tipis yang menutupinya, sungguh momen paling sempurna yang pernah aku rasakan. Dan bersamaku, tepat disampingku duduk Shinta Alvionita AS.




     “Nta, tadi malam didalam sms, Nta bilang ada kawan yang terang-terangan suka
      sama Nta. Beneran tu?” tanyaku membuka percakapan.

     “iya memang ada, dia orangnya baik, suka sms dan telponin Nta, suka chat di fb dan
     langsung terang-terangan bilang suka ke Shinta, orangnya perhatian gitu” jawabnya

     “Hmm, jadi Nta suka sama dia?”  tanyaku serius.

    “Dia orangnya baik dan perhatian, tapi Nta enggak suka sama dia karena baru kenal 
     terus ada seseorang yang dah lama Nta suka, tapi gak tau orang itu suka juga atau  
     enggak sama Shinta” jawabnya malu.

Diam-diam rasa suka itu telah tumbuh dihatiku seiring dengan berjalannya waktu. 
Tahun ajaran baru 2009/2010 dimulai dengan masa orientasi bagi mahasiswa baru, pemilihan Komisaris Letting (komting) dan Sekretaris Letting (sekting) pun dilakukan. Aku terpilih sebagai Komting 2009 untuk kelas genap, karena kami semua mahasiswa baru dengan NIM genap dikumpulkan menjadi satu kelas untuk mempermudah para senior melakukan pendataan dan pemberian informasi. Komting sudah terpilih, saatnya calon sekting ditunjuk atau mengajukan diri untuk nantinya akan dipilih melalui voting suara. Tidak berbeda dengan pemilihan komting, suara terbanyaklah yang akan memenangkan calon sekting tersebut. 

     “Amas, abang berikan kesempatan untuk kamu agar memilih satu calon sekting yang
      akan membantu tugas kamu nantinya” pinta seorang senior pria kepadaku.

Pandangan kufokuskan ke seluruh kaum hawa yang ada didalam kelas pada saat itu, sejurus kemudian fokus mataku berhenti tertuju kepada seorang cewek yang duduk dikursi nomor tiga dari kanan dan berada di baris terdepan.

     “Yang itu bang” pilihku sambil mengarahkah jari telunjuk ke seorang cewek.

     “Sudah kenal dengan dia?” Tanya senior kepadaku.

     “Belum bang” jawabku singkat.

          “ohh ya, kenapa memilih dia sebagai calon sekting kamu, kan masih banyak cewek-
           cewek lainnya?” Tanya senior tersebut sambil tersenyum.

Aku bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan tersebut, bagaimana harus menilai cewek berkacamata yang baru saja kupilih, cewek berkulit gelap yang belum aku kenal, cewek yang memiliki paras khas campuran India, Aceh dan Jawa. Kulirik abang senior, dia terlihat tidak sabar  menunggu jawabanku, aku harus segera menjawab pertanyaan ini jika tidak ingin mendapat masalah dihari pertama orientasi. Merupakan kesenangan tersendiri bagi senior untuk mencari kesalahan junior, jika sedikit saja si junior kedapatan melakukan kesalahan tamatlah riwayatnya. Dipermalukan di depan kelas hukuman teringan untuk proses pendewasaan diri si junior.

     “karena inner beauty-nya bang” jawabku spontan tanpa berpikir panjang.

Suasana kelas tiba-tiba pecah, suara sorakan, siulan, tawaan menjadi satu, senior dan teman-teman seangkatanku berhasil menggetarkan jendela-jendela kaca di kelas, dan aku hanya tertunduk malu. Tiga calon sekting terpilih, salah satu dari mereka adalah pilihan ku. Visi dan misi disampaikan untuk meyakinkan para voter bahwa merekalah yang paling berhak mendapatkan jabatan tersebut dan sekaligus akan berhak melakukan kerjasama denganku dalam hal menjalankan berbagai tugas.
Voting telah dilakukan, Shinta keluar sebagai sekting karena berhasil mengumpulkan suara terbanyak. Dengan terpilihnya Shinta, aku lebih sering melakukan berbagai hal bersamanya baik di lingkungan kampus maupun saat berada di luar kampus untuk menyelesaikan berbagai tugas atau hanya sekedar makan siang bersama.

Tanpa kusadari rasa suka tersebut telah mengakar dihatiku, dua tahun bersama membuatku jatuh cinta kepadanya, namun tidak pernah kunyatakan secara langsung betapa aku mencintanya atau ketika keberanian itu datang berusaha mendorong aku untuk menyatakan cinta, selalu saja kuurungkan niat itu karena sebuah prinsip yang  telah aku pegang teguh selama ini. Waktu dan jarak kali ini menjadi saksi aku memendam cinta kepadanya.



Ombak masih berkejar-kejaran berusaha menjadi yang pertama menjilati putihnya pasir pantai yang terindah. Aku memandang lautan luas yang tak berujung, mengambil napas dalam dan menghelanya.


     “Nta, sebenarnya udah lama Amas suka dan diam-diam cinta sama Shinta, apa Shinta
      memiliki perasaan yang sama ke Amas?” jantung ini berdegup keras, kencang, dan
     tak beraturan ketika kuutarakan perasaanku.

Sang waktu bagaikan mengambil seluruh detiknya dari dunia ini, membiarkannya lumpuh tidak dapat berjalan ke detik selanjutnya, mematikannya tepat di 13:30. Tanganku berkeringat dan terasa sedingin es, suasana hening, sesaat, namun terasa begitu lama.
Dan deru ombak berhasil memecah keheningan yang terjadi diantara kami. Shinta bercerita bahwa dia pernah menangis karena merasa takut kehilanganku, takut jika aku meninggalkannya. Aku tidak pernah tau dia pernah menangis untukku karena hal itu. Aku  teringat kala itu ketika dia mengetahui aku sedang bimbang untuk memutuskan “take or leave” suatu hal yang sangat berharga. Jika aku ambil maka dengan spontan waktu dan jarak akan langsung memisahkan kami di saat itu, namun keputusanku adalah meninggalkan hal tersebut. Salah satu yang menjadi alasan pertimbangan dalam pengambilan keputusanku adalah dia.

Dari ceritanya, aku sudah tau bagaimana perasaanya selama ini kepadaku, kini hatiku lega. Dan aku juga tau wanita sangat sulit mengakui dan mengungkapkan bahwa dia suka atau cinta kepada seseorang. Kejahilanku muncul.

     “Jadi, siapa orang yang selama ini Shinta suka?” tanyaku senyum.

     “Amas suka dan cinta sama Nta, Shinta cinta sama Amas?” kembali kulontarkan sebuah  
      pertanyaan. Aku tersenyum-senyum sendiri.

     walaupun aku sudah mengetahui pasti jawabannya,tapi pertanyaan tersebut terus aku lontarkan. Begitu jahilkah aku? hanya Tuhan yang tau.
     Shinta hanya bisa menjawab pertanyaanku dengan senyuman, aku tau dia malu dan aku juga tau dia sangat ingin sekali mengatakan bahwa dia mencintaiku, maka dari itu ku paksa dia untuk menjawab pertanyaan yang sama agar dia merasakan kebebasan berbicara di negeri demokrasi ini.

“Ini pertanyaan terkahir untuk Shinta, dan Amas tidak akan pernah mengulanginya lagi. Siapa orang yang Nta suka selama ini? Amas suka dan cinta sama Nta, Shinta cinta sama Amas?” pertanyaan terakhirku, tidak ada pilihan lain baginya, dia wajib menjawabnya disaat itu.

“Halah hay Amas, malu kami tau bilangnya. Hmm, iya orang yang Nta suka selama ini Amas, dan Shinta cinta sama Amas” logat Acehnya keluar ketika menjawab pertanyaanku, teman-teman Aceh ku sering menggunakan kata kami sebagai kata ganti saya. Mukanya terlihat memerah walau samar.

     “Coba ulangi sekali lagi, Amas gak dengar, pelan kali suara Nta” godaku.

     “Selama ini Shinta suka sama Amas dan Shinta cinta sama Amas” ucapnya  
      sedikit keras.
    
     “Hahaha, gitu donk, gak susah kan untuk ngucapinya” timpalku dengan gembira.

Aku menyudahinya karena perasaanku yang terpendam lama telah terbebas, aku merasa puas dan sangat menikmati hari ini 28 November 2010. Perseteruan logika dan perasaan akibat sebuah prinsip sudah dapat kuredam. Sebuah komitmen pun telah kami sepakati.

Pemahaman dan pemaknaan atas kata Komitmen dan Prinsip kami artikan dalam konteks proses pendewasaan diri yang sedang dilalui dengan membuat sebuah perjanjian diantara kami. Dan telah ku ukir isi perjanjian tersebut di relung hatiku, tersimpan rapi hingga hanya Aku, Shinta, dan Tuhan yang tau isi perjanjian abadi kami.

28 November 2011

Wajar di hari ini rinduku meningkat ke level tertinggi. Mengingat sulitnya proses kita dalam mencapai sebuah komitmen. Butuh waktu dua tahun bagi kita untuk dapat mempersatukan sang jarak dan waktu. Dan ketika kita sudah bersatu, selama satu tahun pula kita berjuang mempertahankan komitmen tersebut. Ketika komitmen yang telah dibuat kembali dipertanyakan oleh keegoan kita yang super tinggi, dengan kesabaran dan sikap saling mengalah, kita bahu membahu saling mendukung dan memotivasi, mengkokohkan pondasi komitmen yang telah kita buat.

Hari ini 28 november 2011, tepat satu tahun komitmen itu kita buat. Pasir putih di pantai terindah, ombak yang saling berkejaran dilautan, awan tipis dan lingkar matahari di angkasa menjadi saksi atas perjanjian yang telah berhasil kita goreskan di dalam perjalanan sang waktu dan jarak ketika mereka mulai bersekutu merangkai alur kisah cinta kita.

Untuk kekasihku tersayang,
            hanya keabadian cinta yang kupinta di 1st Anniversary kita.



Alhamdulillah
Banda Aceh, 27 November 2011, 4.00 sore.




2 komentar:

  1. Hidup adalah pilihan, Mas..
    ketika engkau memilih, maka berilah yang terbaik..

    BalasHapus
  2. benar Ali,dan kita harus total dalam menjalankan pilihan hidup tsb :)

    BalasHapus